Selasa 17 Jun 2025 18:37 WIB

Manajemen Talenta Sektor Pendidikan, Status Quo?

Manajemen talenta sektor pendidikan memerlukan kepemimpinan yang tepat.

Mahasiswa melakukan penelitian Malang, Jawa Timur, Senin (29/8/2022). (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Mahasiswa melakukan penelitian Malang, Jawa Timur, Senin (29/8/2022). (ilustrasi)

Oleh : Hendarman, Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikdasmen/Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajemen talenta dalam sektor pendidikan seharusnya disikapi sebagai upaya sistematis untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan mempertahankan individu-individu berbakat termasuk pendidik, tenaga kependidikan, maupun peserta didik. Ini mensyaratkan sikap keadilan dan kebermanfaatan dengan kesempatan terbuka bagi setiap talenta melalui prosedur tertentu. 

Secara operasional, penerapan manajemen talenta sektor pendidikan seyogyanya juga mempertimbangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dengan demikian, manajemen talenta paling tidak harus mencakup (1) pemetaan kebutuhan dan persediaan talenta berdasarkan bidang keahlian dan profesi; (2) pengelolaan database persediaan dan kebutuhan talenta (talent pool); (3) peningkatan keahlian, kapasitas, dan kinerja, serta pengembangan karir dan prestasi talenta; (4) penciptaan lingkungan kondusif untuk daya tarik perekrutan talenta terbaik; dan (5) pembentukan lembaga atau institusi terkait.  

Tantangan apa yang dihadapi untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul dan kompetitif? Bagaimana status manajemen talenta di sektor pendidikan? 

Tantangan

Manajemen talenta sektor pendidikan menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan meliputi distribusi talenta yang tidak merata, minimnya sistem identifikasi dan pengembangan talenta, keterbatasan SDM berkualitas, budaya organisasi yang belum mendukung, keterbatasan teknologi dan sistem informasi, belum adanya regulasi dan kebijakan yang khusus, kurangnya fokus pada pengembangan jangka panjang, dan ketiadaan standar manajemen talenta yang baku. 

Tantangan distribusi berupa konsentrasi talenta berkualitas yang cenderung banyak muncul hanya di daerah perkotaan dan lebih banyak berasal dari pulau Jawa. Minimnya sistem identifikasi dan pengembangan talenta yaitu kenyataan belum ada sistem nasional yang sistematis untuk mengidentifikasi dan mengembangkan potensi talenta sejak dari satuan pendidikan. 

Indikator tantangan SDM berkualitas adalah ketersediaan talenta dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan daerah atau karena SDM tersebut cenderung tidak bertahan di daerah nya setelah mencapai prestasi tertentu. Budaya organisasi yang belum mendukung ditengarai akibat kurangnya pemahaman pimpinan dan berbagai pemangku kepentingan tentang pentingnya manajemen talenta. 

Tantangan keterbatasan teknologi dan sistem informasi karena banyak daerah bahkan belum mampu menyediakan fasilitas yang paling sederhana dalam pengembangan manajemen talenta. Tantangan regulasi dan kebijakan pemerintah lebih kepada belum terkoordinasi dan terintegrasi secara lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan. Juga regulasi yang ditetapkan ternyata lebih bersifat ego-sektoral. 

Kurangnya fokus pada pengembangan jangka panjang diindikasikan banyak daerah yang belum memiliki strategi pengembangan talenta berkelanjutan dalam bentuk visi misi ataupun rencana strategis. Sedangkan belum tersedianya standar manajemen talenta baku dibuktikan oleh penyelenggaraan pembinaan dan aktualisasi talenta yang ala kadarnya tetapi menuntut penghargaan yang sama. Harusnya ada standar manajemen baku seperti  halnya standar nasional pendidikan (SNP).

Quo Vadis

Dalam penjelasan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2024 tentang Desain Besar Manajemen Talenta Nasional (DBMTN) terungkap daya saing talenta Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain. Capaian Global Talent Competitiveness Index (GTCI) tahun 2022 sebesar 37,0 pada peringkat 86 dari 133 negara. Padahal, capaian tahun 2021 sebesar 42,09 pada posisi 80. 

Permasalahan tata kelola talenta riset dan inovasi ditengarai akibat belum berfungsinya ekosistem yang menaungi proses pembinaan, pengembangan, dan penguatan talenta. Minat masyarakat untuk berkarier sebagai periset juga masih rendah, ditandai masih terbatasnya jumlah SDM IPTEK Indonesia. Pada tahun 2021 terdapat 317.180 SDM IPTEK, terdiri atas 309.314 dosen, 5.487 peneliti, dan 2.379 perekayasa. Secara proporsi, baru terdapat 1.158 SDM IPTEK per 1 juta penduduk di Indonesia. Ini masih jauh dibawah Tiongkok dan Amerika Serikat dengan rasio 1.585 dan 4.827 SDM IPTEK per 1 juta penduduk (UNESCO Institute for Statistics, 2022).

Pembinaan talenta riset dan inovasi saat ini masih dilakukan secara terpisah antar jenjang pendidikan (prasekolah, dasar, menengah, dan tinggi) dan antara tahapan pendidikan dengan tahapan karier profesional. Artinya, tidak ada kesinambungan (kohor) talenta yang dapat disiapkan dan dibina untuk meraih prestasi tingkat dunia. 

Ketersediaan talenta bidang seni budaya masih sangat terbatas. Survei Badan Pusat Statistik menunjukkan penduduk bekerja di bidang seni budaya diperkirakan hanya 525.826 tenaga kerja (0,47 persen) pada 2019, 430.096 tenaga kerja (0,33 persen) pada 2020, dan 365.785 tenaga kerja (0,28 persen) pada 2021. Data ini menunjukkan tren penurunan jumlah tenaga kerja bidang seni budaya, salah satunya disebabkan pandemi Covid-19 sehingga membatasi kegiatan pegiat seni budaya di ruang publik

Secara umum, partisipasi masyarakat pada bidang olahraga masih rendah bahkan menunjukkan penurunan. Data Susenas MSBP menunjukkan terjadi penurunan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang berolahraga dalam seminggu terakhir sebesar 5,47 persen dari semula 37,39 persen (2018) menjadi 25,92 persen (2021). Hasil laporan Sport Development Indeks (SDI) menunjukkan penurunan partisipasi penduduk usia 10-60 tahun yang berolahraga tiga kali dalam seminggu terakhir sebesar l,9 persen dari semula 32,80 persen (2021) menjadi 30,90 persen (2022). Penurunan partisipasi berolahraga juga terjadi pada kalangan pelajar dan mahasiswa. Merujuk data Susenas MSBP tahun 2021, pelajar dan mahasiswa yang berolahraga dalam seminggu terakhir sebesar 49,18 persen, lebih rendah dari capaian 2018 sebesar 83,38 persen.

Pelibatan Semesta Kolaboratif

Manajemen talenta sektor pendidikan memerlukan pendekatan pelibatan semesta secara kolaboratif. Artinya harus melibatkan semesta atau berbagai pemangku kepentingan dengan menggabungkan rasio, emosi dan semangat dalam setiap proses manajemen talenta. Juga, harus dimulai secara berstrata dari tingkat satuan pendidikan atau sekolah sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab catur pusat yaitu sekolah, orang tua, masyarakat dan media.

Keberhasilan manajemen talenta sektor pendidikan memerlukan kepemimpinan sesuai pendapat Lawrence (2017). Ia mengatakan bahwa diperlukan pola kepemimpinan yang ditandai dengan visi dan nilai bersama, saling ketergantungan dan tanggung jawab bersama, saling menghormati, empati, ambiguitas, komunikasi yang efektif dan sinergi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement