Selasa 17 Jun 2025 09:50 WIB

Blockchain: Solusi Atasi Keraguan Koperasi Merah Putih

Koperasi Merah Putih harus jadi lokomotif transformasi menuju tata kelola yang baik.

Ilustrasi Blockchain
Foto: Tech Explore
Ilustrasi Blockchain

Oleh : Setiawan Budi Utomo, Pemerhati Kebijakan Publik, Ekonomi dan Keuangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama “Koperasi Merah Putih” belakangan menjadi simbol ambisi nasional untuk menghidupkan kembali semangat koperasi di tingkat desa. Presiden Prabowo Subianto bahkan menjadikannya program prioritas dalam Retret Kepala Daerah pada Februari 2025, dengan target ambisius: meluncurkan 70.000 koperasi desa pada Hari Koperasi Nasional pada 12 Juli 2025.

Namun di balik gaung besar itu, berbagai polemik mencuat ke permukaan. Di beberapa daerah, muncul keluhan soal program yang dianggap terlalu terburu-buru, pembentukan koperasi yang lebih bersifat administratif daripada substantif, serta keraguan terhadap keberlanjutan dan tata kelola koperasi yang baru dibentuk. Kondisi ini menyiratkan bahwa infrastruktur kelembagaan koperasi belum siap menerima ekspansi masif tanpa dibarengi penguatan sistem pengawasan dan transparansi.

Blockchain dan Urgensi Tata Kelola yang Tak Bisa Ditawar

Di sinilah blockchain menawarkan solusi struktural. Teknologi pencatatan digital terdesentralisasi ini memungkinkan seluruh transaksi koperasi dari simpan pinjam, pencatatan rapat anggota tahunan (RAT), hingga distribusi Sisa Hasil Usaha (SHU) terekam secara aktual, permanen, tidak dapat diubah (immutable), dan dapat dipantau oleh semua pemangku kepentingan.

Regulasi yang ada telah mewajibkan koperasi menerapkan prinsip transparan, profesional, dan akuntabel, blockchain bukan hanya pelengkap, melainkan pondasi teknis yang memastikan prinsip-prinsip tersebut benar-benar dijalankan. Terlebih, sistem pengawasan yang ditetapkan dalam regulasi tersebut masih sangat bergantung pada pelaporan manual triwulanan dari desa ke provinsi dan pusat sebuah celah yang mudah dimanfaatkan oleh koperasi yang tidak patuh.

Smart Contract: Mencegah Konflik SHU Sejak Awal

Salah satu sumber konflik dalam koperasi adalah distribusi SHU yang dianggap tidak adil. Dalam sistem konvensional, proses ini memakan waktu, rentan rekayasa, dan sering tidak transparan. Teknologi smart contract yang terintegrasi dalam blockchain dapat menyelesaikan persoalan ini sejak awal. Dengan parameter partisipasi anggota yang jelas misalnya, jumlah simpanan, frekuensi transaksi, atau jenis kontribusi SHU dapat didistribusikan secara otomatis tanpa perlu campur tangan individu serta memperkuat kepatuhan dan akuntabilitas pelaporan. Studi PwC Global Blockchain Survey (2021) mengungkapkan bahwa penggunaan blockchain mengurangi biaya kepatuhan audit hingga 30 persen dan meningkatkan efisiensi proses pelaporan sebesar 45 persen.

Menjawab Tantangan Skala dan Kecepatan

Program Koperasi Merah Putih melibatkan pembentukan koperasi di ribuan desa secara simultan antara Maret hingga Juni 2025. Pada periode sesingkat ini, risiko administratif sangat tinggi: pengurus yang belum terlatih, pengawasan yang lemah, dan tidak adanya sistem terpadu lintas desa. Semuanya dapat menyatu berbalik menjadi boomerang atas gagasan besar ini.

Blockchain dapat menjawab tantangan ini melalui skema pencatatan data bersama lintas wilayah yang memungkinkan pemerintah, pengurus koperasi, dan masyarakat memantau operasional koperasi secara real-time. Hal ini sangat relevan mengingat koperasi Merah Putih akan bergerak di sektor-sektor strategis seperti pengelolaan dana desa, dan rantai pasok pertanian yang rentan penyimpangan apabila tidak diawasi ketat.

Regulasi dan Pengawasan Butuh Digital Backbone

Pada dasarnya, mekanisme pengawasan koperasi dari tingkat desa hingga pusat, dengan laporan triwulanan dan evaluasi berkala setiap enam bulan. Namun, dalam praktiknya, sistem ini akan terbebani jika tidak ditopang oleh arsitektur data digital yang kuat. Di sinilah blockchain dan dashboard digital koperasi perlu dipadukan agar pengawasan benar-benar berbasis bukti dan tidak hanya dokumentasi administratif. Otoritas dan pengawas koperasi, akan memberikan kemudahan pelaporan dan pemantauan secara langsung (real-time supervision). Kementerian Koperasi dan OJK, sebagai lembaga yang mendukung penguatan koperasi simpan pinjam dan koperasi sektor jasa keuangan, dapat memperoleh data terkini tanpa harus menunggu laporan manual yang rentan manipulasi.

Model ini bukan sekadar gagasan. Di Estonia, , sistem administrasi publik dan koperasi telah mengadopsi teknologi blockchain sejak 2012 untuk menjamin transparansi dan efisiensi pelayanan. Indonesia dapat mengambil pelajaran dari keberhasilan ini untuk mempercepat transformasi digital koperasi.

Menyambut Generasi Baru Ekonomi Rakyat

Generasi muda Indonesia menyimpan potensi besar sebagai agen pembaharu koperasi, terutama karena mereka tumbuh dalam ekosistem digital yang menuntut transparansi dan efisiensi. Dengan lebih dari 54 persen penduduk Indonesia berada pada usia produktif, dan sekitar 28 persen merupakan usia muda (15–30 tahun), koperasi digital menawarkan ruang partisipasi ekonomi yang sesuai dengan karakter generasi ini secara cepat, terbuka, dan kolaboratif.

Didukung oleh penetrasi internet nasional yang telah mencapai 79,5 persen dari total populasi atau sekitar 221 juta pengguna (APJII, 2024), serta dominasi akses melalui ponsel pintar pada kelompok usia 20–34 tahun, koperasi berbasis blockchain dapat menjangkau generasi muda secara langsung. Inilah peluang strategis menjadikan koperasi bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi sebagai platform masa depan yang relevan dan partisipatif.

Blockchain: Nafas Baru untuk Koperasi yang Lebih Berdaya

Koperasi Merah Putih harus menjadi lokomotif transformasi menuju tata kelola yang modern dan akuntabel. Adopsi blockchain bukan sekadar inovasi, melainkan strategi membangun koperasi yang transparan, demokratis, dan dipercaya generasi baru.

Momentum ini perlu dikawal dengan peningkatan literasi digital, dukungan regulasi, dan proyek percontohan di sektor strategis. Dengan itu, koperasi Indonesia dapat tampil sebagai pilar ekonomi masa depan yang tangguh, inklusif, dan relevan di era digital.

*Tulisan ini bersifat pribadi dan tidak mewakili institusi manapun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement