Sabtu 29 Mar 2025 17:38 WIB

Ramadhan sebagai Katalis Ekonomi atau Penghambat Pertumbuhan?

Penurunan jam kerja produktif selama puasa dapat mengurangi output.

Sejumlah pemudik mengendarai sepeda motor menuju ke desa asalnya, berangkat dari Jakarta, Indonesia, Rabu, (19 /4/2023). Sejumlah orang pulang ke desa mereka untuk merayakan Hari raya Idul Fitri yang menandai berakhirnya puasa bulan suci Ramadhan.
Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim
Sejumlah pemudik mengendarai sepeda motor menuju ke desa asalnya, berangkat dari Jakarta, Indonesia, Rabu, (19 /4/2023). Sejumlah orang pulang ke desa mereka untuk merayakan Hari raya Idul Fitri yang menandai berakhirnya puasa bulan suci Ramadhan.

Oleh : Mega Oktaviany, Peneliti Universitas Gunadarma / Sekretaris Eksekutif Bersama Institute

REPUBLIKA.CO.ID, Ramadhan, bulan kesembilan dalam kalender Islam, memiliki pengaruh signifikan tidak hanya dalam aspek religius tetapi juga sosial dan ekonomi. Selama bulan ini, umat Muslim berpuasa dan melaksanakan ibadah lainnya, seperti shalat tarawih dan membaca Al-Qur'an, yang mempengaruhi pola konsumsi dan produktivitas masyarakat. Dari perspektif ekonomi, Ramadhan dapat menjadi katalis yang mempercepat kegiatan ekonomi, terutama dalam sektor ritel, makanan, transportasi, dan UMKM, yang mengalami peningkatan permintaan menjelang Lebaran. Bank Indonesia (2024) mencatat bahwa belanja masyarakat Indonesia meningkat sekitar 30% selama bulan Ramadhan, mencerminkan tingginya konsumsi masyarakat pada masa ini.

Namun, di sisi lain, Ramadhan juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Penurunan jam kerja produktif selama puasa dapat mengurangi output di sektor manufaktur dan jasa, yang bergantung pada tenaga kerja intensif. Teori ekonomi, seperti produk marginal tenaga kerja (Marshall, 1920) dan inflasi permintaan (Keynes, 1936), menjelaskan bahwa penurunan produktivitas dan ketidakseimbangan antara konsumsi dan produksi dapat menyebabkan inflasi. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis dampak Ramadhan terhadap perekonomian secara lebih mendalam, guna memahami apakah bulan suci ini berperan sebagai katalis atau justru penghambat dalam perekonomian.

Baca Juga

Ramadhan sebagai Katalis Ekonomi

Ramadhan, bulan suci bagi umat Islam, membawa dampak signifikan terhadap perekonomian, terutama dalam hal konsumsi masyarakat. Selama bulan ini, permintaan akan makanan, minuman, dan hidangan khas Lebaran meningkat drastis. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi pangan mengalami kenaikan 25-30% pada Ramadhan 2024 dibandingkan bulan biasa, dengan sektor restoran dan kafe juga mengalami lonjakan transaksi. Teori konsumsi marginal (Duesenberry, 1949) menjelaskan bahwa peningkatan konsumsi ini terjadi karena adanya kebutuhan tambahan yang dirasakan masyarakat selama periode Ramadhan.

Selain itu, sektor ritel dan perdagangan juga mendapat keuntungan besar menjelang Idul Fitri. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, sektor ritel mengalami kenaikan omzet 40-50% selama bulan Ramadhan, terutama pada produk pakaian dan aksesori. Fenomena ini sejalan dengan teori siklus musiman dalam ekonomi, yang menyatakan bahwa fluktuasi permintaan pada periode tertentu, seperti Ramadhan, akan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi. Di sisi lain, sektor transportasi dan pariwisata turut merasakan dampaknya, dengan lebih dari 30 juta orang melakukan perjalanan mudik pada tahun 2024, mendorong lonjakan permintaan transportasi dan kunjungan wisatawan ke destinasi Lebaran.

Ramadhan juga berdampak pada sektor fesyen dan filantropi. Pembelian busana baru selama Ramadhan, yang mencapai kenaikan penjualan hingga 60%, mencerminkan pentingnya bulan ini dalam ekspresi identitas sosial dan budaya (Veblen, 1899). Di sisi lain, kegiatan filantropi meningkat pesat, dengan zakat yang terkumpul pada Ramadhan 2024 diperkirakan mencapai lebih dari Rp 10 triliun, mendukung kesejahteraan sosial dan perekonomian lokal. Dengan demikian, Ramadhan berperan sebagai katalis yang mempercepat aktivitas ekonomi di berbagai sektor, dan meskipun tantangan dalam distribusi konsumsi tetap ada, bulan ini tetap menjadi periode yang mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama bagi sektor UMKM dan perdagangan ritel.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement