Selasa 18 Mar 2025 08:24 WIB

Utang Luar Negeri Bank Indonesia Melonjak Pesat, Ada Apa?

Potensi peningkatan utang luar negeri juga bisa datang dari Danantara.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengenakan kacamatanya saat akan memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (16/10/2024). Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BI atau BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 6 persen untuk mempertahankan stabilitas perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengenakan kacamatanya saat akan memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (16/10/2024). Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BI atau BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 6 persen untuk mempertahankan stabilitas perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh: Awalil Rizky, Ekonom Bright Institute

Baca Juga

Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia per akhir Januari 2025 sebesar 427,5 miliar dolar AS. Naik 5,09 persen dibanding Januari 2024 (y-on-y) yang sebesar 406,79 miliar dolar AS. Laju kenaikan yang terbilang tinggi selama beberapa tahun terakhir, yang bahkan sempat mengalami penurunan.

ULN Indonesia itu terdiri dari Pemerintah, Bank Indonesia dan Swasta. ULN Pemerintah sebesar 204,79 miliar dolar AS, ULN Bank Indonesia sebesar 28,34 miliar dolar AS, dan ULN swasta sebesar 194,39 miliar dolar AS.

Secara year on year (y-on-y) dibanding posisi akhir Januari 2024, ketiganya mengalami perubahan yang berbeda. ULN Pemerintah naik 5,34 persen, ULN Bank Indonesia melonjak 93,94 persen, dan ULN swasta justeru turun sebesar 1,71 persen.

Meski meningkat lajunya, kenaikan total ULN sebesar 5,09 persen bisa dikatakan masih cukup wajar atau relatif terkendali. Namun jika dilihat rinciannya, maka ada beberapa hal yang perlu dicermati.

ULN Pemerintah mengalami kenaikan cukup pesat. Padahal selama beberapa tahun sebelumnya, kenaikan cukup landai di bawah lima persen. Bahkan mengalami penurunan pada beberapa bulan dan tahun.

Penyebab sempat melandainya ULN Pemerintah antara lain adalah karena banyak berutang kepada Bank Indonesia, berupa Surat Berharga Negara (SBN). Selain BI, perbankan pun masih membeli SBN, begitu juga dana pensiun dan asuransi domestik, serta perseorangan. Termasuk di dalamnya, BPJS ketenagakerjaan dan Dana Haji.

ULN Pemerintah berpotensi terus meningkat lebih pesat selama setahun mendatang. Sumber dana yang dimiliki dan dialokasikan untuk pembelian SBN dari Bank dan lainnya makin terbatas. Hanya Bank Indonesia yang relatif masih punya sumber dana untuk pembelian SBN, termasuk bersedia revolving yang jatuh tempo.

ULN yang mengalami kenaikan paling pesat adalah ULN Bank Indonesia yang mencapai hampir dua kali lipat selama setahun. Bahkan, dilihat selama lima tahun maka telah naik sekitar 10 kali lipat dari posisi Januari 2020 yang hanya 2,82 miliar dolar AS. Padahal dalam kurun waktu yang sama, ULN Pemerintah turun 0,08 persen dan ULN Swasta turun 3,59 persen.

Lonjakan ULN Bank Indonesia pertama terjadi pada Agustus 2021 ketika “dipaksa” berutang oleh International Monetary Fund (IMF). IMF membagi cadangan devisa kepada seluruh anggotanya sesuai kuota saham, namun mencatatnya sebagai utang bank sentral masing-masing. Posisi ULN BI per Juli 2021 sebesar 2,84 miliar dolar AS menjadi 9,17 miliar dolar AS per Agustus 2021.

Laju kenaikan ULN Bank Indonesia selanjutnya terutama disebabkan oleh penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sejak September 2023. SRBI merupakan instrumen surat utang yang dikeluarkan BI berjangka pendek, antara lain enam bulan, sembilan bulan dan 12 bulan. SRBI yang dibeli oleh pihak asing tercatat sebagai ULN.

Sebagai gambaran, posisi SRBI per pekan kedua September 2023 ketika mulai diterbitkan hanya sebesar Rp 24,46 triliun. Pada akhir Januari 2025 telah sebesar Rp 893,97 triliun. Bahkan sempat mencapai Rp940 triliun pada Desember 2024.

Namun, kepemilikan asing yang dicatat sebagai ULN BI hanya sekitar 25 persen. Bagaimanapun, hal ini berdampak lonjakan ULN BI menjadi sebesar 28,34 miliar dolar AS per akhir Januari 2025.

Sementara itu, ULN swasta justeru mengalami penurunan sebesar -1,71 persen setahun terakhir. Dari 197,77 miliar dolar AS per Januari 2024 menjadi 194,39 miliar dolar AS per Januari 2025. Dinamika ini melanjutkan pola selama lima tahun terakhir, dimana ULN Swasta cenderung menurun, meski perlahan.

Salah satu penyebabnya, pihak swasta Indonesia mengoptimalkan pinjaman bank dan penjualan obligasi yang diserap pasar domestik. Tampaknya strategi itu terkait dengan volatilitas nilai rupiah yan meningkat dan cenderung melemah. Mekanisme hedging tidak sepenuhnya memecahkan masalah dan berdampak penambahan biaya bagi mereka.

Akan tetapi setahun ke depan, ULN swasta bepotensi kembali meningkat. Antara lain disebabkan oleh persaingan memperoleh sumber dana domestik yang makin berat, termasuk faktor SBN dan SRBI. Sumber luar negeri berpotensi kembali diandalkan, dengan syarat nilai rupiah relatif stabil.

Potensi peningkatan ULN Swasta juga berasal dari Danantara sebagai holding BUMN jika telah mulai beroperasi. Salah satu yang diharapkan Danantara adalah masuknya investasi asing, termasuk yang berupa utang. Baik berbentuk pinjaman ataupun surat utang (obligasi) Danantara dan BUMN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement