
Oleh : Fitrian Rayasari, Mahasiswa Program Doktoral Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung; Dosen Departemen Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit kronis, terutama pada Penyakit Tidak Menular (PTM), merupakan salah satu tantangan kesehatan utama di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kondisi ini berkembang perlahan dan berlangsung dalam jangka panjang, sering kali dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, serta gaya hidup.
Beberapa penyakit kronis yang paling umum seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), serta gangguan mental: depresi dan kecemasan. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa PTM menyebabkan sekitar 74 persen dari total kematian global pada 2019. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi hipertensi mencapai 34,1 persen, diabetes melitus 2 persen, dan penyakit jantung 1,5 persen. Dengan pola hidup modern, urbanisasi, serta peningkatan angka harapan hidup, jumlah penderita penyakit kronis diprediksi akan terus meningkat. Selain berdampak pada individu, penyakit ini juga menambah beban ekonomi bagi keluarga dan sistem kesehatan secara keseluruhan.
Salah satu tantangan besar yang sering kali diabaikan dalam penanganan penyakit kronis adalah gejala fatigue atau kelelahan berkepanjangan. Fatigue bukanlah sekadar rasa lelah biasa yang dapat hilang dengan istirahat, melainkan kondisi kompleks yang mencakup aspek fisik, mental, dan emosional. Secara fisik, kelelahan ini menyebabkan penurunan energi, membuat pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari.
Secara mental, fatigue mempengaruhi daya ingat, konsentrasi, serta kemampuan berpikir secara jernih. Data menunjukkan bahwa sekitar 60-90 persen pasien kanker mengalami kelelahan, sementara pada penderita PPOK, angka ini berkisar antara 50-70 persen. Tidak jarang, gejala ini disertai dengan gangguan tidur, rasa lemas berkepanjangan, penurunan motivasi, hingga depresi. Sayangnya, meskipun memiliki dampak besar pada kualitas hidup pasien, fatigue masih sering dianggap sebagai bagian yang wajar dari penyakit yang diderita, sehingga jarang mendapat perhatian tenaga kesehatan yang prioritas.
Dampak fatigue sangat luas, tidak hanya bagi pasien tetapi juga bagi lingkungan sosial dan ekonomi mereka. Secara fisik, kelelahan kronis dapat menyebabkan penurunan kebugaran tubuh akibat kurangnya aktivitas fisik, yang pada akhirnya memperburuk kondisi kesehatan pasien. Dampak psikologis juga signifikan, karena kelelahan berkepanjangan dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan.
Akibatnya, pasien menjadi kurang patuh terhadap pengobatan, yang memperlambat proses pemulihan mereka. Selain itu, fatigue juga mempengaruhi kehidupan sosial pasien. Banyak penyandang penyakit kronis yang akhirnya menarik diri dari lingkungan sosialnya, mengalami isolasi, dan kehilangan kesempatan untuk tetap aktif dalam komunitas/masyarakat.
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat fatigue yang tinggi lebih berisiko mengalami rawat inap berulang dan membutuhkan perawatan jangka panjang, yang secara tidak langsung menambah beban biaya kesehatan.
Saat ini, meskipun dampaknya begitu luas, fatigue masih belum dianggap sebagai prioritas dalam penanganan penyakit kronis. Banyak penyandang penyakit kronis tidak menyadari bahwa kelelahan yang mereka alami sebenarnya merupakan bagian dari kondisi kesehatan yang dapat dikelola.
Mereka cenderung menganggap fatigue sebagai sesuatu yang "normal" atau biasa dalam perjalanan penyakitnya, sehingga enggan untuk melaporkan gejala ini kepada tenaga kesehatan. Di sisi lain, tenaga kesehatan juga sering kali lebih fokus pada gejala yang lebih terukur, seperti nyeri atau gangguan pernapasan, sehingga fatigue kerap terabaikan.
Minimnya alat skrining yang spesifik dan kurangnya pelatihan tenaga medis dalam mengenali gejala ini semakin membuat fatigue tidak menjadi perhatian. Padahal, jika tidak dikelola dengan baik, fatigue dapat memperburuk kondisi pasien secara keseluruhan.
Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup penyandang penyakit kronis, tenaga kesehatan, terutama perawat, memiliki peran strategis dalam deteksi dan penanganan fatigue. Perawat sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan dapat melakukan skrining rutin untuk mendeteksi fatigue sejak dini menggunakan menggunakan berbagai tools/alat skining seperti Checklist Individual Strength (CIS-Fatigue) atau metode lain yang telah divalidasi.
Setelah gejala kelelahan teridentifikasi, perawat dapat mengembangkan intervensi yang disesuaikan dengan kondisi pasien, seperti program latihan fisik bertahap, terapi kognitif-behavioral (CBT), serta edukasi tentang manajemen energi dan pola tidur yang sehat. Studi menunjukkan bahwa program latihan fisik yang terstruktur mampu menurunkan tingkat fatigue hingga 30 persen pada pasien PPOK.
Selain itu, perawat juga dapat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga, serta mengedukasi mereka tentang pentingnya pola hidup seimbang, termasuk nutrisi yang tepat dan manajemen stres. Dengan langkah-langkah ini, fatigue dapat dikelola secara lebih efektif sehingga pasien dapat menjalani hidup dengan lebih baik meskipun menyandang penyakit kronis.
Namun, upaya penanganan fatigue tidak hanya bergantung pada tenaga kesehatan. Diperlukan kebijakan kesehatan yang lebih komprehensif agar masalah ini mendapat perhatian yang lebih serius. Pertama, institusi kesehatan perlu menyusun pedoman klinis yang mencakup skrining dan manajemen fatigue sebagai bagian integral dari perawatan penyakit kronis. Kedua, tenaga kesehatan perlu mendapatkan pelatihan khusus agar mampu mengidentifikasi dan menangani fatigue secara efektif. Ketiga, kampanye edukasi masyarakat perlu digencarkan agar penyandang penyakit kronis lebih memahami pentingnya melaporkan gejala fatigue kepada tenaga medis seperti perawat. Keempat, diperlukan lebih banyak penelitian terkait mekanisme dan intervensi yang efektif dalam menangani kelelahan pada penyandang penyakit kronis, sehingga pendekatan yang diterapkan berbasis bukti ilmiah yang kuat.
Dengan adanya langkah-langkah strategis ini, diharapkan fatigue tidak lagi menjadi gejala yang diabaikan dalam perawatan pasien penyakit kronis. Sebaliknya, kesadaran yang lebih tinggi terhadap kondisi ini dapat membantu penyandang penyakit kronis dalam mengelola penyakitnya dengan lebih baik, meningkatkan kualitas hidup, serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan ekonomi mereka. Sudah saatnya fatigue mendapat perhatian yang sama dengan keluhan lain dalam dunia medis, sehingga penyandang penyakit kronis dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat dan produktif.