Selasa 11 Mar 2025 18:49 WIB

Arah Baru Pembangunan Nasional: Urgensi PPHN dalam Tata Kelola Negara

Konstitusi adalah landasan utama membangun identitas dan arah bangsa.

Ilustrasi pembangunan. Konstitusi adalah landasan utama membangun identitas dan arah bangsa.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Ilustrasi pembangunan. Konstitusi adalah landasan utama membangun identitas dan arah bangsa.

Oleh : Dr I Wayan Sudirta, SH, MH, nggota Badan Pengkajian MPR Fraksi PDI-Perjuangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Konstitusi adalah landasan utama dalam membangun identitas dan arah bangsa. Sebagai political compact and contract, konstitusi Indonesia atau yang dikenal sebagai UUD 1945 menjadi dokumen yang merekam komitmen bersama untuk bersatu sebagai Indonesia. Hal ini tertulis jelas sebagaimana Pembukaan UUD 1945:

“ ... menyatakan kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia ...”.

Baca Juga

Keputusan untuk bersatu berpadu dalam Indonesia direkam secara padat dalam Pembukaan UUD 1945: bahwa “perjuangan kebangsaan Indonesia telah … mengantarkan ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Kondisi di pintu gerbang kemerdekaan ini merupakan saat yang berbahagia.

UUD 1945 juga disusun di atas kemajemukan bangsa Indonesia. Karena itu konstitusi Indonesia harus dilihat sebagai dokumen kebersatuan unsur-unsur masyarakat yang majemuk (konsep sosiologis, kultural) untuk menjadi sebuah bangsa (konsep politik). Proses menjadi bangsa Indonesia itu disebut sebagai kesadaran kebangsaan. Kesadaran ini dibangun sebagai “imajinasi suprakultural.”

Nasionalisme Indonesia adalah agregasi kekuatan dari negeri-negeri yang dekat (seperti Betawi, Pasoendan) maupun negeri-negeri yang jauh (seperti Ambon, Celebes, Soematera) untuk melawan penjajahan. Keputusan untuk bersatu berpadu dalam Indonesia pada dasarnya adalah keputusan politik untuk “melupakan” asal-usul, suku bangsa, dan kelompok budaya.

Dengan kata lain, kebangsaan/nasionalisme Indonesia dicetuskan berdasarkan sesuatu “di atas primordialisme.” Menjadi Indonesia berarti menghindari benturan politik identitas kesukuan, kedaerahan, primordial (identity politics).

Sebab, kita memilih politik kebangsaan (politics of a single nation), yang dalam rumus Soempah Pemoeda 1928 adalah “tumpah-darah, kebangsaan, bahasa” (tempat lahir dan berjuang, identitas nasional, modalitas komunikasi).

Gerakan yang mengusungnya (seperti Kaoem Betawi, Kepandoean Indonesia, Jong Java, Jong Soematera, Jong Celebes, Jong Ambon) merupakan gerakan berbagai suku dari seantero Nusantara, yang ditransformasikan menjadi gerakan besar kebangsaan untuk memerdekakan diri sebagai satu bangsa.

BACA JUGA: 13 Fakta tentang Sains 14 Abad Silam yang Dibuktikan Kebenarannya Oleh Ilmu Modern

Begitu kuat “imajinasi suprakultural untuk menjadi Indonesia” tersebut sehingga dalam syarat keanggotaan (kewarganegaraan) Indonesia dirumuskan secara nasional:

• “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara” (Pasal 26 UUD 1945).

• Negara Indonesia adalah warga negara Indonesia. Dan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945).

photo
Syarat amendemen UUD 1945. - (infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement