Oleh: Falih Suaedi
Guru Besar di Bidang Manajemen Publik FISIP Universitas Airlangga
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan birokrasi di negara yang sedang membangun seperti Indonesia sangat diperlukan. Entitas ini sering dijuluki sebagai agen perubahan. Walaupun mulai makin diimbangi dengan keberadaan sektor swasta, namun eksistensi dan perannya belum tergantikan.
Sayangnya posisi strategis itu tak bisa dimaksimalkan karena selalu digelantungi oleh budaya organisasi yang jauh dari nilai efisiensi, akuntabilitas, kualitas, dan responsibilitas. Birokrasi lebih dekat dengan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme.
Berbagai ikhtiar telah dilakukan tanpa henti dan patut diapresiasi, di antaranya mencoba mereformasi birokrasi dengan Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025 dan Permen PANRB No. 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2020-2024 dengan 3 sasaran strategis dan 8 area perubahan. Ternyata pemerintah masih merasa perlu untuk memperbaikinya dengan diterbitkannya Permen PANRB No. 3 Tahun 2023 tentang perubahan atas Permen PANRB No. 25 Tahun 2020. Sasaran strategis reformasi birokrasi disederhanakan menjadi dua aspek, yaitu aspek hard element. Ini bagian dari kerangka logis reformasi birokrasi yang merupakan berbagai perangkat yang terkait dengan akuntabilitas, kelembagaan, tata laksana, cara kerja, strategi, serta sistem dan regulasi dalam pemerintahan dan aspek soft element berbagai perangkat yang terkait dengan budaya dan sumber daya manusia.
Hasilnya, sebagaimana dilaporkan oleh Menpan RB dalam 10 tahun terakhir. Pertama, berdasarkan Worldwide Governance Indicators, Indonesia berhasil naik peringkat dari 99 (2017) ke 73 (2022) untuk Government Effectiveness, serta naik peringkat dari 94 ke 87 untuk Regulatory Quality. Kedua, peringkat Indonesia dalam Global Innovation Index naik dari peringkat 85 (2019) menjadi 54 (2024). Ketiga, peringkat Electronic Government Development Index (EGDI) Indonesia naik dari peringkat 107 (2017) menjadi 64 (2024). Keempat, peringkat Indonesia dalam perspektif sektor bisnis juga tidak kalah bersaing dengan negara-negara lain.
Pelaksanaan reformasi birokrasi menunjukkan peningkatan yang baik, tren rata-rata Indeks Reformasi Birokrasi menunjukan angka peningkatan, baik di kementerian/lembaga maupun provinsi/kabupaten/kota. Pada tahun 2014 untuk rata-rata Indeks RB di kementerian/lembaga dari 52,31 menjadi 76,81 pada tahun 2023, pada provinsi dari 41,62 menjadi 69,71, sedangkan di kabupaten/kota dari 55,97 menjadi 59,32.
Dalam masa jabatannya, Menteri Abdullah Azwar Anas mengakselerasi pelaksanaan reformasi birokrasi dengan fokus pada reformasi birokrasi tematik yang menyasar pada empat fokus utama. Fokus tersebut adalah penanggulangan kemiskinan, peningkatan investasi, digitalisasi administrasi pemerintahan, dan percepatan prioritas aktual Presiden yang mencakup pengendalian inflasi dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (PDN).
Hasilnya, daerah yang menerapkan RB tematik yang signifikan mencatatkan angka kemiskinan rata-rata 5,16 persen, jauh di bawah rata-rata nasional. Di sisi lain, implementasi RB tematik juga berkontribusi 63 persen dari total peningkatan investasi di Indonesia. Sementara pada sektor pengadaan PDN, penerapan RB tematik meningkatkan realisasi PDN sebesar 14 persen disbanding tahun sebelumnya, dari 76 menjadi 90,34.
Selama 10 tahun terakhir, semakin banyak instansi yang telah menerapkan money follow program, program follow result. Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) mampu mencegah potensi pemborosan APBN/APBD serta mencegah penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran.
Upaya percepatan transformasi digital dan keterpaduan layanan digital pemerintahan telah dilakukan Anas dan didukung oleh kementerian/lembaga dengan membentuk Government Technology (GovTech) yang dinamakan INA DIGITAL. Presiden telah meresmikan INA DIGITAL pada 27 Mei 2024 sebagai koordinator ekosistem layanan digital pemerintah yang mengintegrasikan ribuan aplikasi.
Sebagai tindak lanjut, Kementerian PANRB bersama Kementerian BUMN, Kemenkominfo, Peruri, dan INA Digital (Govtech Indonesia) telah merilis tahap awal portal nasional dan identitas digital terpadu berupa INApas, INAku, dan INAgov. Keterpaduan ini juga merupakan langkah strategis untuk percepatan transformasi digital Indonesia.
Capaian indeks SPBE Nasional terus naik. Pada tahun 2018 mencapai 1,98 dan menjadi 2,79 pada tahun 2023. Ini sudah melebihi target nasional yang 2,6.
Sementara di tingkat internasional, pada UN E-Government Development Index (EGDI) juga menunjukkan kenaikan peringkat, dari 107 (2018) menjadi 64 (2024). Ini menempatkan Indonesia pertama kalinya dalam negara dengan very high EGDI. Tak hanya itu, Gov Tech Maturity Index naik dari B menjadi A (2022).
Pemerintah juga telah melakukan penyederhanaan birokrasi di masa Presiden Jokowi. Lebih dari 55 ribu jumlah unit organisasi yang telah disederhanakan. Dalam hal penyetaraan jabatan struktural terdapat 43 ribu jabatan lingkungan kementerian dan lembaga sudah disetarakan menjadi jabatan fungsional. Selain itu, Kementerian PANRB juga melakukan penyederhanaan klasifikasi jabatan pelaksana dari 3.414 klasifikasi menjadi tiga klasifikasi jabatan. Penataan ini diharapkan dapat mendukung birokrasi yang semakin efektif dan lincah sejalan dengan pengembangan mekanisme kerja dan proses bisnis secara digital.