Oleh : Dr Septa Candra, Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan dilaksanakan secara serentak pada tanggal 27 November 2024 merupakan tonggak penting karena menjadi ajang pemilihan pemimpin daerah secara langsung oleh rakyat. Berdasarkan data yang dirilis Komisi Pemilihan Umum, total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 sebanyak 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.
Penyelenggaraan Pilkada secara serentak pada tahun 2024 ini juga menjadi tolok ukur dari kedewasaan rakyat Indonesia dalam berdemokrasi. Pilkada tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk suksesi kekuasaan semata, tetapi juga sebagai cerminan dari nilai-nilai moral dan etika serta kejujuran yang dianut oleh rakyat sebagai pemilik suara. Pilkada yang baik akan membantu membangun daerah yang lebih baik dan bermartabat. Sebaliknya, praktek money politics dalam pilkada dapat mencederai demokratisasi, merusak sistem politik, menodai fairness proses politik dan menyebabkan invalidasi hasil proses politik.
Pilkada menjadi perwujudan demokrasi di tingkat lokal, dimana memberikan kesempatan bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan keinginan mereka. Baik buruknya seorang pemimpin atau kepala daerah yang dipilih rakyat melalui proses demokrasi merupakan konsekuensi logis yang harus diterima oleh rakyat itu sendiri. Sehingga mengenal latar belakang pasangan calon kepala daerah yang akan dipilih menjadi penting agar tidak salah memilih.
Momentum Pilkada ini diharapkan sosok pemimpin yang dipilih bukan pemimpin karbitan, bukan pemimpin karena modal besar dan bukan juga karena dorongan pihak-pihak tertentu yang sarat dengan kepentingan politik. Pemimpin yang diharapkan adalah mereka yang mempunyai pengalaman dan kemampuan serta rekap jejak yang jelas. Kepala daerah yang terpilih nantinya diharapkan mempunyai visi, misi, serta program kerja yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Pemimpin Otentik
Kebutuhan menghadirkan pemimpin otentik dari proses Pilkada 2024 sangat diperlukan untuk menggerakkan perubahan mendasar, inovatif, dan memberdayakan potensi lokal. Pemimpin otentik dianggap sebagai individu yang mampu menyadari, menerima, dan mengenali dirinya sendiri, serta berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain. Seorang pemimpin otentik menggunakan suatu pendekatan kepemimpinan yang menekankan pada kejujuran, keterbukaan, dan konsistensi antara nilai-nilai pribadi dan perilaku kepemimpinan.
Tentu mencari dan menjadi seorang pemimpin yang otentik tidaklah mudah, mereka sulit ditemukan, namun bukan berarti tidak dapat dilakukan, karena kepemimpinan adalah skills. Kepemimpinan otentik memerlukan ekstra kerja keras untuk terus menyelami dirinya, keberanian untuk berpegang teguh pada moral dan integritas dikala situasi dan godaan untuk menjadikan diri menyimpang dari moralitas, menjaga keseimbangan emosi dan peduli pada kepentingan orang banyak.
Menghadirkan pemimpin otentik di tengah badai disrupsi dan krisis kepemimpinan saat ini menjadi suatu keharusan. Karena masyarakat menghendaki pemimpin sejati yang berani menunjukkan jati dirinya, bukan pemimpin yang sembunyi di balik jabatan. Sudah saatnya pemimpin otentik tampil untuk memajukan daerah dengan segala potensi yang dimiliki daerah. Bukan hanya mengandalkan popularitas tapi dibutuhkan aksi nyata yang telah dibuat dengan kemampuan dan jaringan yang dimiliki sehingga memberikan bukti bukan hanya sekedar janji.
Di sisi lain, perubahan dan perkembangan teknologi yang begitu cepat saat ini, membutuhkan pemimpin daerah yang mempunyai kemampuan mangatasi dan menghadapi tantangan tersebut secara cepat dan tepat. Pemimpin daerah yang adaptif mampu mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan solusi yang efektif. Memaksimalkan semua potensi yang dimiliki daerah dengan menggunakan anggaran daerah maupun melibatkan pihak swasta sebagai investor.
Melalui momentum pilkada ini diharapkan rakyat sebagai pemilik suara memilih pemimpin yang mampu mewujudkan asa. Membawa perubahan dan kesejahteraan bagi rakyat melalui program kerja yang berbasis pada potensi daerah. Masa kampanye dan sosialisasi menjadi penting bagi paslon untuk memaparkan program kerja jika terpilih.
Rakyat dalam menentukan pilihan sedapat mungkin berdasarkan pada tolak ukur yang jelas. Jangan sampai memilih calon pemimpin hanya karena diberikan uang (money politics) atau karena faktor lainnya yang tidak ada relevansinya. Isu rasisme dan agama terhadap personal paslon dan berbagai bentuk black campaign lainnya harus dihindari, supaya tidak memberikan dampak negatif terhadap paslon itu sendiri. Sehingga partisipasi rakyat sebagai pemilik suara dalam pilkada sangat menentukan guna menghasilkan pemimpin otentik, bukan pemimpin yang hanya pencitraan.