Oleh : Hasanuddin Ali, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Puncak pelaksanaan Haji 1445 H telah berhasil dilalui oleh jamaah haji Indonesia. Di tengah cuaca ekstrem Arab Saudi, dengan suhu mencapai 48 derajat celcius, pergerakan jemaah haji dari Mekkah–Arafah–Muzdalifah–Mina (Armuzna) berhasil dilakukan jamaah haji Indonesia dengan lancar dan mulus.
Tentu kelancaran proses Armuzna tidak datang secara tiba-tiba. Semua diawali dengan perencanaan yang cermat dan detail dari setiap touchpoint jemaah haji, eksekusi yang matang dari setiap elemen yang terlibat, dan pemantauan yang ketat dari setiap proses membuat setiap pergerakan jamaah haji relatif lebih terkontrol.
Saya sendiri mencatat ada tiga faktor kunci keberhasilan proses Armuzna tahun ini berjalan mulus, yaitu Kebijakan Murur, Aplikasi Kawal Haji, dan Kinerja Petugas.
Murur
Dari tiga lokasi Armuzna, prosesi haji di Muzdalifah adalah yang paling krusial. Pertama, karena area Muzdalifah paling sempit dan areanya terbuka, tidak ada tenda, sehingga jemaah haji rentan sakit. Kedua, karena waktu pergerakan jamaah di Muzdalifah sangat pendek, Bayangkan ketika tengah malam, jamaah belum seratus persen bergeser dari Arafah ke Muzdalifah, jamaah yang sudah di Muzdalifah sudah harus mulai digeser ke Mina. Ketiga lokasi Muzdalifah yang berada di tengah antara Arafah dan Mina menyebabkan arus lalu lintas sangat rawan kemacetan. Hal ini menjadi penyebab keterlambatan pergerakan jemaah tahun lalu.
Untuk mengatasi potensi masalah di Muzdalifah ini, Kementerian Agama mengambil kebijakan yang sangat strategis, yaitu kebijakan Murur, yakni melakukan pendorongan sebagian jamaah langsung dari Arafah ke Mina, terutama untuk jamaah lansia, risiko tinggi (risti), dan disabilitas. Kebijakan ini mendapat dukungan dari berbagai ormas Islam untuk menjaga kesehatan dan mencegah dampak buruk bagi jamaah haji Indonesia.
Laporan yang saya terima, sebanyak 66 ribu jamaah haji mengikuti skema Murur ini, sisanya tetap ikut skema reguler mabit di Muzdalifah. Berkurangnya hampir 30 persen jamaah haji yang langsung ke Mina berdampak signifikan terhadap mobilisasi jamaah selama berada di Muzdalifah.
Dampaknya adalah proses pergerakan jemaah haji lancar dan sesuai dengan target yang ditetapkan atau bahkan lebih cepat. Misalnya, sebelum pukul 02.00 dini hari Arafah sudah bersih dari jemaah haji Indonesia, dan pada pukul 07.30 semua jamaah haji Indonesia sudah meninggalkan Muzdalifah.
Kebijakan Murur merupakan kebijakan yang sangat strategis selama bertahun-tahun pelaksanaan haji Indonesia, karena berimplikasi pada banyak hal, terutama terkait masalah kebugaran dan kesehatan jamaah haji Indonesia.
Kawal Haji
Para jamaah haji Indonesia tahun ini dapat menyampaikan pengaduan terkait layanan haji dengan cepat. Mereka dapat menyampaikan keluhan melalui aplikasi Kawal Haji, mulai dari layanan transportasi, akomodasi, makanan, ibadah, atau juga meminta bantuan jika ada jamaah haji yang hilang atau tersasar.
Aplikasi Kawal Haji ini membuat proses penanganan keluhan jamaah haji lebih transparan. Kementerian Agama telah menyiapkan petugas khusus untuk menjawab keluhan jamaah, sehingga berbagai keluhan jamaah tersebut bisa cepat diselesaikan.
Proses perjalanan haji yang memiliki durasi sangat panjang serta kompleksitas layanan tentu tidak pernah bisa sempurna, apa lagi layanan yang melibatkan pihak ketiga seperti di Armuzna. Karena itu aplikasi kawal haji menjadi salah satu solusi untuk mempercepat penanganan keluhan jamaah haji Indonesia. Aplikasi Kawal Haji juga merupakan bentuk pelibatan jamaah haji dalam rangka perbaikan layanan haji Indonesia.
Petugas Haji
Petugas haji adalah ujung tombak setiap proses pelaksanaan haji. Mereka membantu jamaah terkait urusan akomodasi, transportasi, makanan, dan bimbingan ibadah haji. Kadang, mereka juga harus membantu jemaah terkait hal-hal kecil lain yang tidak berkaitan dengan urusan haji. Kita semua tahu, sebagian besar jamaah haji kita adalah jamaah yang belum pernah bepergian jauh meninggalkan Tanah Air.
Kesiapsiagaan dan ketulusan para petugas dalam melayani jamaah juga luar biasa. Di tengah paparan suhu 44-48 derajat Celsius, mereka berjibaku dan tanpa lelah membantu jemaah.
Kesigapan para petugas haji dalam melayani sangat diapresiasi oleh para jemaah. Mereka bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana bisa hidup di negeri orang yang memiliki latar belakang sosial budaya yang sangat berbeda dengan Indonesia. Keberadaan petugas memudahkan mereka menjalani rangkaian ibadah haji.
Akhirnya, tiga kunci sukses keberhasilan haji tahun ini yang saya jelaskan di atas akan menjadi benchmark proses pelaksanaan haji tahun-tahun mendatang.