Jumat 31 May 2024 09:01 WIB

Mendorong Checks and Balances pada Pemerintahan 2024

Saat ini, hanya PDIP yang bersiap menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo-Gibran.

Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Foto: Republika/Prayogi
Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dani Nurachman*

Demokrasi Indonesia telah mengalami transformasi besar-besan sejak era reformasi dimulai pada 1998. Hampir tiga dekade di bawah rezim Presiden Soeharto berlalu, oposisi dan kebebasan politik sangat dibatasi selama periode otoritas politik yang terpusat. Proses pemilu seringkali diwarnai dengan manipulasi dan kecurangan, sehingga mengurangi dampak substantif dari partai politik dan suara rakyat dalam proses pemerintahan. 

Menurut Sunarto (2016) konsep checks and balances merupakan prinsip konstitusi yang menjamin kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk dapat mengawasi satu sama lain dan berada pada posisi yang setara. Era reformasi menanamkan optimisme baru terhadap demokrasi di Indonesia dengan memperluas kebebasan pers, hak asasi manusia (HAM), dan partisipasi politik. 

Menurut Unit Intelijen Ekonom (EIU) dan Divisi Kependudukan PBB, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia saat ini. Sayangnya, Indonesia menghadapi kendala besar dalam menerapkan prinsip checks and balances. Prinsip ini sangat penting untuk memastikan adanya pengawasan yang efektif terhadap kekuasaan agar pemegang kekuasaan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang. 

Indonesia telah melakukan berbagai reformasi sejak era 1998 untuk memperkuat demokrasi dan meningkatkan struktur politik. Namun, untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang lebih akuntabel dan transparan, masih banyak hambatan yang perlu diatasi. 

Apa yang dihadapi?

Prinsip checks and balances sangat penting dalam konteks Indonesia guna memperkuat demokrasi dan menjamin pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Hal yang cukup menjadi perhatian sampai dengan saat ini hanya PDIP yang bersiap menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029. Kondisi itu menjadi sebuah tantangan dalam menjaga prinsip checks and balances di Indonesia. 

Menurut John Locke, konsep pemisahan kekuasaan menjadi dasar checks and balances di dalam pemerintahan. Konsep trias politica yang dikembangkan oleh John Locke mengacu kepada pemisahan kekuasaan pemerintahan menjadi tiga cabang yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan tersebut dimaksudkan agar tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan untuk melindungi hak-hak masyarakat.

Prinsip checks and balances mewajibkan adanya kontrol dan pengawasan antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sebagai contoh lembaga legislatif memiliki kekuasaan untuk mengawasi eksekutif melalui mekanisme hak menyatakan pendapat, angket, dan interplasi. Selanjutnya lembaga eksekutif dapat memveto undang-undang (UU) atau kebijakan yang sudah disahkan oleh legislatif. 

Adapun kembaga yudikatif memiliki kewenangan untuk meninjau konstitusionalitas perundang-undangan. Sistem tersebut dibuat guna menjaga keseimbangan kekuasaan dan mencegah terjadinya dominasi salah satu cabang di pemerintahan.

Berdasarkan hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh KPU RI, partai politik yang berhasil lolos ke Senayan 2024-2029, di antaranya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 25.387.279 suara (16,72 persen), Partai Golkar 23.208.654 suara (15,29 persen), Partai Gerindra 20.071.708 suara (13,22 persen), dan Partai Kebangkitan Bangsa 16.115.655 suara (10,62 persen).

Kemudian, disusul Partai Nasdem 14.660.516 suara (9,66 persen), Partai Keadilan Sejahtera 12.781.353 suara (8,42 persen), Partai Demokrat 11.283.160 suara (7,43 persen), dan Partai Amanat Nasional 10.984.003 suara (7,24 persen).

Berbicara mengenai partai oposisi yang akan hadir pada pemerintahan 2024-2029, jika phanya mengandalkan satu atau dua partai saja yang berada di luar pemerintahan maka dapat menimbulkan banyak dampak negatif. Di antaranya, tidak efektifnya prinsip checks and balances, tidak efektifnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas, melemahnya lembaga-lembaga demokrasi, berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan, serta penerapan kebijakan yang tidak seimbang.

Untuk menjaga integritas demokrasi, Indonesia harus mendorong keterlibatan politik yang luas dan menjamin ruang dan dukungan yang memadai bagi partai oposisi untuk menjalankan fungsinya secara efektif. Demokrasi yang sehat memerlukan partai oposisi yang kuat supaya bisa menjalankan fungsi check and balances terhadap kekuasaan legislatif dan eksekutif.

Di Indonesia, prinsip trias politica dihadapkan permasalahan efektivitas legislatif, independensi yudikatif, dan dominasi eksekutif. Karena kekuasaan presiden yang terlalu dominan menyebabkan keseimbangan kekuasaan dapat terganggu, dan lembaga yudikatif harus independen agar dapat menegakkan hukum yang tidak bias. Di sisi lain, campur tangan politik dan korupsi dapat mengikis kepercayaan masyarakat. 

Dalam menegakkan hukum dan mengawasi lembaga eksekutif, lembaga legislatif harus netral dan tidak korup. Lembaga independen seperti KPK memainkan peran penting dalam memantau kekuasaan dan mencegah korupsi, namun penolakan terhadap pengawasan yang efektif dapat menghambat fungsi dari lembaga tersebut. Apabila pemerintahan tidak memiliki sistem checks and balances yang efisien, dampak negatif dipastikan terjadi.

Efeknya bisa menyebabkan terjadinya otoritarianisme, yang akan mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran HAM, dan pembatasan kebebasan berpendapat. Selanjutnya dampak lain yang dapat terjadi adalah kesenjangan sosial, melemahkan kepercayaan masyarakat, dan mendorong terjadinya korupsi. 

Beberapa dampak tersebut dapat melemahkan lembaga-lembaga demokrasi di Indonesia, menurunkan kualitas undang-undang dan peraturan, serta menyebabkan keresahan politik. Nantinya, ekses yang ditimbulkan bisa terjadi demonstrasi massal, kerusuhan, dan kerusuhan sipil yang dapat menghambat kemajuan sosial dan ekonomi, serta membahayakan perdamaian dan stabilitas negara.

Untuk memperkuat checks and balances pemerintahan, advokasi kebijakan juga memiliki peranan yang cukup penting. Menurut Ardhana Januar Mahardhani (2018), advokasi adalah sebuah tindakan atau perbuatan pembelaan untuk mendukung suatu tujuan tertentu. Advokasi kebijakan berfungsi sebagai mekanisme pengawasan eksternal yang berupaya menjamin kekuasaan tidak terkonsentrasi, serta semua lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif menjalankan tugasnya secara terbuka dan akuntabel. 

Kelompok advokasi berupaya meningkatkan transparansi pemerintah, mendorong partisipasi masyarakat, dan memobilisasi masyarakat. Advokasi kebijakan berupaya menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan menciptakan pemerintahan yang lebih responsif dan bertanggung jawab melalui berbagai cara, seperti kampanye publik, lobi, dan tuntutan hukum.

Harapan untuk pemerintah

Masa depan demokrasi di Indonesia bergantung pada adanya mekanisme checks and balances yang kuat, yang berfungsi untuk mencegah otoritarianisme, korupsi, dan ketidakstabilan politik. Indonesia mempunyai kapasitas untuk membentuk pemerintahan yang transparan dan akuntabel dengan bantuan lembaga internasional, masyarakat sipil, media, dan pemerintah. 

Berbagai cara dan pendekatan yang bisa dilakukan oleh pemerintahan di masa mendatang adalah dengan memperkuat lembaga-lembaga demokrasi, meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses politik, membina media yang independen dan akuntabel, dan memperluas pendidikan politik untuk menyelesaikan permasalahan. Langkah-langkah ini dirancang untuk meminimalisasi penyalahgunaan wewenang, korupsi, mendorong transparansi, dan menjaga keseimbangan kekuasaan. 

Dengan mendukung pendekatan ini, setiap individu dapat mengajukan petisi kepada pemerintahnya untuk meminta transparansi dan akuntabilitas, sehingga menciptakan masyarakat yang lebih demokratis dan bertanggung jawab.

*Mahasiswa Magister Kebijakan Publik dan Governansi Universitas Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement