REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Teuku Faizasyah, Duta Besar RI untuk Kerajaan Norwegia dan Islandia
TAHUN 2024 ini menjadi kali pertama saya dan keluarga menjalani bulan suci dan ibadah puasa Ramadhan di Norwegia.
Beruntung, bulan suci Ramadhan berlangsung di penghujung musim dingin dan di awal musim semi, sehingga waktu berpuasa tidak jauh berbeda dengan lamanya berpuasa di Jakarta, yaitu di kisaran 13 hingga 14 jam. Walaupun di saat hari-hari terakhir Ramadan kami akan berbuka pada pukul 20:25 (Fajar jam 04:00) karena sudah memasuki musim semi dengan rentang day light yang semakin panjang.
Berpuasa di negara empat musim memang memiliki keunikan tersendiri karena dengan perhitungan lunar calendar pada tahun Hijriah maka waktu Ramadan selalu bergeser 10 hari lebih awal di setiap tahun Masehi. Sebagai gambaran, tahun depan prakiraan Ramadan akan jatuh di musim dingin (akhir Februari atau awal Maret).
Saat Ramadan di musim dingin, maka waktu puasa akan lebih singkat, tetapi bila Ramadan jatuh di musim panas, kisaran waktu berpuasa sekitar 18 jam dan bahkan bisa mencapai 20 jam.
Alhamdulillah, kami sudah merasakan panjangnya waktu puasa saat musim panas, yaitu ketika bertugas di Afrika Selatan tahun 2004-2008 dan di Kanada tahun 2014-2018. Kedua negara ini mengalami empat musim, Afrika Selatan di belahan bumi Selatan, dan Kanada di belahan bumi Utara, seperti saat ini kami berada di Norwegia.
Pertanyaan yang paling umum adalah, bagaimana caranya dapat menahan lapar dan haus untuk rentang waktu yang panjang? Pertanyaan dari rekan-rekan dari warga setempat dan mancanegara adalah, apakah tidak dehidrasi? Tentu proses adaptasi dan pilihan makanan saat sahur juga menentukan, ditambah niat yang kuat.
Minggu pertama selalu dirasakan lebih berat, namun lambat laun terbiasa. Mungkin bisa dibandingkan dengan rekan-rekan yang menjalani intermittent fasting yang memulai dari 10 jam menjadi 18 atau bahkan 20 jam, walau intermittent fasting masih diperbolehkan minum.
Berpuasa di negara empat musim saat musim panas, terbantu dengan tingkat kelembaban rendah (udara kering) membuat tubuh tidak terlalu berkeringat, di banding dengan di negara tropis yang membuat kita selalu berkeringat. Tantangan yang dirasakan adalah, pendeknya jarak antar iftar dan sahur. Jarak makan satu dengan yang lain terlalu dekat, dan ibadah malam juga semakin larut.
Berpuasa jauh dari tanah air juga memberikan nuansa yang sangat berbeda. Di Indonesia saat maghrib terdengar suara adzan, baik dari masjid terdekat atau pun dari siaran televisi. Kami mengandalkan jadwal sholat dari masjid terdekat dan juga aplikasi di telpon seluler. Aplikasi yang umumnya memuat jadwal sholat, kalender Hijriah, dan arah kiblat menjadi penting.
Berbicara tentang pemakaian aplikasi ini, kami mendapat pencerahan dari Bapak Suyuti, Ketua dari Ukhuwah Muslim Indonesia Norwegia (UMINOR) bahwa untuk di belahan bumi Utara terdapat aplikasi khusus. Aplikasi ini dikembangkan oleh Bapak Suyuti sendiri seorang pakar analis data lulusan Institut Tehnologi Sepuluh November (ITS Surabaya) dan program doktor salah satu perguruan tinggi di Norwegia.
Diceritakan bahwa iktiarnya tersebut didorong oleh kondisi kekhususan umat Muslim yang hidup di belahan Utara dunia, utamanya terkait tantangan menjalankan ibadah puasa di musim panas dengan rentang waktu yang ekstrem, bahkan bisa mencapai 23 jam.
Sulit dibayangkan saat Ramadan di musim panas bagi umat Muslim yang bermukim di wilayah kutub, di sekitar Arctic Circle dimana matahari bersinar selama 24 jam (midnight sun). Di Finlandia misalnya, ada pemukiman penduduk yang selama 72 hari terus menerus mengalami matahari tidak pernah tenggelam. Sebaliknya, saat musim dingin tidak sekali pun mereka melihat matahari.
Melalui aplikasi yang mengatur jadwal sholat di wilayah Utara (prayer times for high latitudes) diperoleh rentang waktu ibadah sholat yang lebih ajeg untuk setiap tahunnya, termasuk untuk melaksanakan ibadah puasa.
Bapak Suyuti menjelaskan dengan rinci tentang penyusunan aplikasi yang menggunakan perpaduan hitungan menggunakan aspek astronomis, tinjauan lapangan untuk melihat tampilan bulan secara kasat mata, dan dengan menerapkan berbagai kaedah keilmuan lainnya serta ijtihad. Disamping itu, dalam proses pengembangan aplikasi tersebut juga dimusyawarahkan dengan para pemuka Islam di Norwegia.
Aplikasi ini kini digunakan oleh banyak umat muslim yang bermukim di belahan Utara dunia, khususnya di negara-negara Skandinavia (https://www.prayertimes.dk dan diunduh dengan Android).
Walau banyak perbedaan dan tantangannya, ada pula satu kesamaan dalam menghadirkan suasana Ramadan yang kekeluargaan dengan rasa Indonesia, yaitu acara berbuka bersama yang hampir tiap akhir pekan dilakukan.
Pada 30 Maret 2024 yang lalu, berbuka bersama UMINOR dilaksanakan di aula yang sengaja disewa agar dapat menampung hampir 200 orang. Walau tidak ada takjil war seperti di Indonesia, para diaspora Indonesia justru berebut membawa takjil dan lauk pauk hasil masakan masing-masing. Tak kalah ramai ragam takjil dan lauk pauk yang dihidangkan.
Suasana ramai dan meriah ini benar-benar memberikan suasana hangat dan kekeluargaan. Tausyiah pun selalu diberikan sebagai siraman rohani jelang iftar.
Berbuka puasa bersama diaspora Indonesia senantiasa berkesan karena selain mendengarkan tausiah dari Bapak Suyuti, banyak kesempatan untuk membicangkan beragam isu yang relevan dengan profesi para peserta. Tema-tema enerji kerap menjadi topik bahasan karena mayoritas diaspora Indonesia yang berdiam di Oslo dan sekitarnya berprofesi di bidang Iptek (science), khususnya di sektor migas.
Kami sekeluarga pun sangat menantikan perayaan Idul Fitri yang pertama di Oslo bersama diaspora Indonesia. Rencana sholat Ied juga mempunyai waktu yang berbeda, yakni pukul 10 pagi. Semoga ibadah Ramadan kita semua mendapat ridho Allah SWT, di mana pun kita berada dengan kebersamaan semua tantangan dapat diatasi.
Selamat menyambut Idul Fitri 1445H.
Senantiasa kita selalu bersyukur atas Rahmat dan ridho Allah SWT yang dilimpahkan selama kita menjalankan ibadah Ramadan.
Eid Mubarak!