Oleh : Nora Azizah, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Kabar cukup menghebohkan datang dari negeri Singapura. Seorang remaja Singapura mengunggah videonya ketika membeli sebuah tas bermerek Charles & Keith.
Label yang memang lahir di Singapura ini didirikan Charles and Keith Wong pada 1996. Charles & Keith merupakan perusahaan yang membuat aksesori fesyen, seperti tas, sandal, sepatu, hingga beberapa aksesori lain.
Hal yang diunggah remaja bernama Zoe tersebut di TikTok pada dasarnya hanyalah hal sepele. Ia merasa senang karena akhirnya bisa mendapatkan tas Charles & Keith yang dianggapnya sebagai barang mewah.
Namun, netizen yang melihat video Zoe tersebut rupanya tidak sependapat, ia justru dibully. Mereka menyebut Charles & Keith bukan bagian dari ‘luxury brand’.
Atas perundungan tersebut, Zoe menghantam para netizan yang membullynya dengan jawabannya berupa sebuah video. Ia mengungkapkan bahwa tas seharga hampir Rp 1 juta yang dibelinya tersebut merupakan barang mewah baginya. Sebab, ia bukan berasal dari keluarga kaya raya.
Zoe menyebutkan, sang ayah yang membelikannya tas tersebut harus bekerja keras. Ia bersyukur ayahnya mau membelikannya.
Siapa sangka, sikap jujurnya justru mendapat apresiasi tinggi dari para netizen, bahkan pendiri label Charles & Keith. Zoe mendapat kesempatan menyambangi kantor pusat Charles & Keith di Singapura, bahkan bertemu dengan sang founder.
Peristiwa Zoe yang dibully karena menyebut Charles & Keith barang mewah memang menyedot perhatian dunia. Hal ini juga menandakan adanya pergeseran standar barang mewah di kalangan anak muda.
Sarah Davis, pendiri Fashionphile, sebuah platform jual beli barang mewah bekas di Amerika Serikat (AS), menyebutkan bahwa saat ini anak muda sangat menyukai kemewahan. Ia cukup kaget ketika anak muda lebih menyukai label Louis Vuitton dibandingkan Nike.
“Ketika saya remaja, kemewahan adalah sesuatu yang dimiliki orang kaya. Kami para remaja hampir tidak tertarik dengan label Louis Vuitton, dan hanya sedikit yang bisa membelinya,” mengutip Davis dari laman Quartz.
Apa yang diucapkan Davis senada dengan yang saya alami di masa muda. Bagi generasi yang lahir mendekati 90-an, standar barang mewah, seperti Nike, Converse, Billabong, Roxy, atau Ripcurl. Label seperti Hermes, Gucci, atau Louis Vuitton hampir tidak menarik perhatian para remaja.
Namun, adanya pergeseran tajam antara generasi saat ini sepertinya tidak terjadi secara kebetulan. Sebab, merek-merek yang disebut ‘luxury brand’ ini memang mengubah arah dagangnya. Louis Vuitton hingga Balenciaga kian gencar merambah pasar streetwear yang menyasar anak muda.
Pada 2019, penelitian dari Bain & Co menunjukan bahwa Gen Z menyumbang 40 persen dari penjualan barang mewah di AS, dan 44 persen untuk penjualan global. Studi ini memperkirakan 70 persen pembeli barang mewah secara global akan dikuasai generasi muda di 2025.
Saat ini, anak-anak seolah dibuat tumbuh dengan barang-barang mewah. Namun, hal yang paling ditakutkan dari gaya hidup ini adalah semakin muda memulai menggunakan barang mewah maka semakin banyak pengeluaran seseorang selama hidupnya.
Tidak hanya merek fesyen papan atas yang mencoba menyasar generasi muda untuk menggunakan barang mewah. Media sosial juga memiliki pengaruh besar. Melalui media sosial, anak muda bisa mengintip kehidupan orang kaya sehingga membuat sebagian dari mereka ingin memiliki barang yang sama.
Adanya perubahan gaya hidup dalam menggunakan barang mewah juga ditegaskan CEO LVMH USA Anish Melwani. Ia mengungkapkan bahwa ketika bergabung tujuh tahun lalu, tingkat kesadaran hidup mewah penduduk AS masih jauh lebih rendah.
“Kemewahan semakin terlihat. Saya tidak ingat tumbuh dewasa dengan idola musik yang memamerkan merek mewah. Tetapi Gen Z saat ini tumbuh dewasa dengan memiliki referensi kemewahan yang dibawa ke dalam budaya populer,” ungkap Melwani.
Pergeseran standar barang merek mewah pada generasi muda saat ini boleh saja. Mungkin sebagian anak muda menganggap merek mewah hanya milik Louis Vuiton dan sejenisnya. Namun, tidak semua orang setuju dengan hal itu.
Namun, membeli barang mewah tentunya dengan satu tujuan, yakni untuk tampil lebih fashionable. Pada dasarnya, inti dari barang-barang mewah yang dijual merupakan produk fashion yang akan menunjang penampilan, kan?
Nina Garcia, pemimpin redaksi Majalah Elle, bahkan berkata ‘Fashion itu mahal. Tampil bergaya tidak. Sebagian perempuan paling stylish di dunia yang saya kenal justru mereka yang tidak kaya raya’.
Bahkan, seorang Ralph Lauren saja berkata ‘Fashion belum tentu tentang label. Itu bukan tentang merek. Fashion adalah sesuatu yang lain, yang berasal dari dalam diri Anda’.
Jadi, hal yang dialami Zoe dibully karena menyebut Charles & Keith barang mewah baginya tentunya tidak dibenarkan. Standar barang mewah setiap orang berbeda-beda. Tidak perlu saling bully.
Lagipula, belum tentu seseorang yang pakai tas Louis Vuiton gayanya lebih disukai daripada orang yang pakai tas Charles & Keith. Sebab, fashion tidak melulu berbicara tentang label atau merek.
Barang-barang mahal memang memberi kesan mewah. Namun menariknya, kemewahan justru muncul dari rasa nyaman ketika memakai sebuah barang. ‘Luxury’ pada dasarnya tidak berkaitan dengan barang-barang berharga mahal.