REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Faozan Amar, Dosen Ekonomi Islam FEB UHAMKA dan Direktur AL Wasath Institute
Di antara tujuan dari berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD NRI 1945, adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan umum. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga sebagai prasyarat mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia.
Karena itu, pendidikan harus dapat dirasakan secara adil dan merata oleh seluruh rakyat. Adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar dan tidak sewenang-wenang. Sementara Keadilan diartikan sebagai suatu sifat atau perbuatan atau perlakuan yang adil.
Menurut bahasa Arab, adil di sebut dengan kata ‘adilun yang berarti sama dengan seimbang, dan al’adl artinya tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, tidak sewenang-wenang, tidak zalim, seimbang dan sepatutnya. Menurut istilah, adil adalah menegaskan suatu kebenaran terhadap dua masalah atau beberapa masalah untuk dipecahkan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama.
Keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat kesamaan perlakuan di mata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara layak, hak menikmati pembangunan dan tidak adanya pihak yang dirugikan serta adanya keseimbangan dalam setiap aspek kehiduan (Pusat Studi Pengkajian Ekonomi Islam, 2008).
Keadilan dalam bidang pendidikan dapat menunjang masa depan bangsa dan negara yang maju, berdaulat, adil dan Makmur. Jika pendidikan dapat dilaksanakan secara adil, merata dan baik, maka generasi penerus bangsa akansemakin banyak yang berkualitas, sehingga akan menjadikan Indonesia sebagai bangsa dan negara yang tidak hanya mampu bersaing tetap memenangkan persaingan dalam kancah dunia internasional.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi belum semua kalangan menikmati pendidikan, yakni faktor ekonomi, sosial, faktor khusus seperti orang berkebutuhan khusus dan faktor geografis untuk sekolah yang tidak terjangkau. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan belum terwujudkanya keadilan dalam bidang pendidikan.
Pada saat peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2020, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa Indonesia adalah negara besar sehingga kebutuhannya pasti beragam. Menanggapi hal tersebut, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengingat apa yang pernah disampaikan Kepala Negara kepada dirinya, yang intinya adalah “keseragaman belum tentu keadilan”.
Karena itulah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus melakukan berbagai terobosan Merdeka Belajar dan afirmasi kebijakan agar tujuan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia bisa benar-benar tercapai. Pada tahun kedua kepemimpinan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, Kemendikbudristek mendobrak dengan penyempurnaan program-program yang telah baik terlaksana, menjadi lebih berkeadilan dan dapat diakses oleh lebih banyak masyarakat.
Kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2021 adalah salah satu bentuk dari dobrakan tersebut. Dana BOS tahun 2021 terdiri dari nilai satuan biaya BOS bervariasi sesuai karakteristik daerah masing-masing, penggunaan dana BOS tetap fleksibel, termasuk dapat digunakan untuk biaya operasional keperluan persiapan Pertemuan Tatap Muka terbatas. Pelaporan penggunaan dana BOS juga dapat dilakukan secara daring dan menjadi syarat penyaluran untuk meningkatkan akuntabilitas penggunaan dana BOS.
Mulai tahun 2021 pula, nilai satuan Biaya Operasional Sekolah juga berbeda antardaerah. Sebab dihitung berdasarkan indeks kemahalan konstruksi (IKK) dan indeks peserta didik (IPD) tiap wilayah kabupaten/kota. Sebagai contoh, SMA Negeri 1 Sugapa, Kabupaten Intan Jaya Papua yang besaran alokasi dana BOS 2020 sebesar Rp93.000.000, tahun 2021 ini mengalami kenaikan sebesar 131% menjadi Rp215.140.000.
Selain itu, tahun ini kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah juga dilakukan penyesuaian. Sebelumnya, besaran uang kuliah per mahasiswa ditetapkan sama, yaitu sebesar Rp2,4 juta di daerah manapun mereka belajar. Kini, Kemendikbudristek menghadirkan KIP Kuliah Merdeka yang mendorong anak-anak dengan kondisi ekonomi kurang dan tidak mampu untuk tetap berani meraih cita-cita setinggi-tingginya dan mendapatkan pengalaman di luar daerahnya tanpa memberatkan ekonomi keluarga.
Kemendikbudristek membagi batas maksimal uang kuliah berdasarkan akreditasi program studi (prodi). Pada prodi akreditasi C, maksimal bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp2,4 juta per semester. Calon mahasiswa yang berhasil ke prodi dengan akreditasi B memperoleh batas maksimal bantuan Rp4 juta per semester. Sementara itu, bagi calon mahasiswa yang berhasil mendapatkan prodi dengan akreditasi A, Kemendikbudristek memberikan biaya pendidikan sampai batas maksimal Rp12 juta per semester.
Perubahan lainnya pada skema KIP Kuliah Merdeka adalah pada biaya hidup yang majemuk berdasarkan indeks kemahalan. Jika pada tahun 2020 biaya hidup yang diberikan adalah Rp700.000, pada tahun ini biaya hidup yang diberikan minimal dari angka Rp800.000 sampai dengan Rp1.400.000, berdasarkan lokasi perguruan tinggi.
Itulah beberapa ikhtiar yang dilakukan oleh Kemendikbudristek untuk mewujudkan keadilan dalam bidang pendidikan. Tentu saja masih banyak harus disempurnakan. Namun setidaknya ada niat dan iktikad yang lebih baik dari Pemerintahan Presiden Jokowi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga keadilan pendidikan dapat terwujud sehingga bangsa Indonesia semakin maju, berdaulat, adil dan makmur.