REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Siti Isnaniah, Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta
“Dunia membutuhkan gagasan-gagasan baru untuk mengatasi tantangan pandemi Covid-19, baik dari aspek medis maupun aspek-aspek nonmedis yang meliputi semua bidang yang terdampak wabah ini.”
Pernyataan tersebut disampaikan dengan menggunakan bahasa Indonesia oleh Wakil Presiden, KH Ma’ruf Amin saat membuka konferensi tahunan yang bersifat internasional, Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-20. Acara yang diinisiasi Kementerian Agama RI dengan panitia lokal dari UIN Raden Mas Said Surakarta tersebut dilaksanakan secara daring dan luring pada 25–28 Oktober 2021 di The Sunan Hotel, Surakarta, Jawa Tengah.
Sambutan yang disampaikan Wapres yang notabene sebagai pejabat negara dengan menggunakan bahasa Indonesia tersebut patut diapreasiasi. Paparan dalam bahasa Indonesia juga disampaiakn oleh pejabat negara yang lain seperti Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka dan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Penyampaian pidato dengan menggunakan bahasa Indonesia oleh pejabat negara tersebut pada forum internasional memang patut diapresiasi karena sesuai dengan amanat Perpres nomor 63 tahun 2019 pasal 5. Selain itu dalam pasal 27 ayat 1 dinyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia. AICIS yang merupakan forum internasional bergengsi telah membuat posisi bahasa Indonesia semakin kuat dan dikenal oleh masyarakat nasional maupun internasional.
Panitia dari UIN Raden Mas Said Surakarta telah mengatur sedemikian rupa agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar. Pembawa acara dalam sesi pembukaan juga menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, bahkan banyak presenter yang juga menggunakan bahasa Indonesia dalam presentasinya, seperti yang telah dilakukan oleh dosen yang tergabung dalam Ikatan Program Studi Tadris Bahasa Indonesia PTKI (IPTABI) Kementerian Agama.
AICIS tahun ini kebetulan dilaksanakan bersamaan dengan bulan bahasa, Oktober sehingga merefleksikan kembali akan pentingnya bahasa Indonesia. Sejarah telah mencatat eksistensi bangsa Indonesia mulai dikenal masyarakat dunia sejak Peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, yang mengacu pada Kongres Pemuda II yang salah satu isinya adalah: “Kami Poetra dan Poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Sementara itu secara yuridis, bahasa Indonesia resmi diakui pada 18 Agustus 1945 dan disebutkan dalam UUD 1945 pasal 36 bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Hal tersebut menjadikan fungsi bahasa Indonesia semakin kuat dan berkembang, baik secara nasional maupun internasional.
Dengan semakin berkembangnya bahasa Indonesia di dalam dan luar negeri, berbagai regulasi telah ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka pemantapan fungsi bahasa Indonesia di dalam negeri dan penginternasionalan bahasa Indonesia. Dasar hukum dalam pemantapan fungsi bahasa Indonesia di dalam negeri yaitu UU nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan; Perpres nomor 20 tahun 2018 tentang penggunaan tenaga kerja asing (pasal 26); Perpres nomor 63 tahun 2019 tentang penggunaan bahasa Indonesia (pasal 2-42); Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 10 tahun 2018 tentang tata cara penggunaan tenaga kerja asing (pasal 31).
Sementara itu, dasar hukum dalam penginternasionalan bahasa Indonesia yaitu UU nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan (pasal 44); Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2014 tentang pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra, serta peningkatan fungsi bahasa Indonesia (pasal 31); Permendikbud nomor 42 tahun 2018 tentang kebijakan nasional kebahasaan dan kesastraan (pasal 19); Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Beasiswa dan Darmasiswa bagi Mahasiswa Asing di Indonesia (pasal 8-9); Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam nomor 6244 tahun 2019 tentang standar nasional pelatihan pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) PTKI.