Senin 23 Aug 2021 06:02 WIB

Lollapalooza dan Harapan Akhiri Rindu pada Seni Pertunjukan

Lollapalooza mematahkan prediksi ahli bakal menjadi superspreader event Covid-19.

Teater Koma menggelar pentas akhir 2020 dengan lakon Cinta Semesta yang ditayangkan secara virtual. Teater menjadi salah satu sektor di industri seni pertunjukan yang sangat terdampak pandemi Covid-19. (ilustrasi)
Foto: dok.Teater Koma
Teater Koma menggelar pentas akhir 2020 dengan lakon Cinta Semesta yang ditayangkan secara virtual. Teater menjadi salah satu sektor di industri seni pertunjukan yang sangat terdampak pandemi Covid-19. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani*

Festival musik Lollapalooza yang digelar di Chicago, Amerika Serikat (AS), pada 29 Juli-1 Agustus lalu, mematahkan prediksi pakar kesehatan, epidemiolog dan ahli lainnya bahwa rangkaian konser dengan total pengunjung mencapai 385 ribu orang itu akan menjadi superspreader event Covid-19. Dua pekan setelah festival berlalu, pada Kamis (12/8), otoritas kesehatan Chicago mengumumkan ‘hanya’ menemukan 203 kasus Covid-19 terkait Lollapalooza.

Aktivitas seni pertunjukan musim panas, termasuk konser di AS sebenarnya telah dimulai secara bertahap sejak awal Juli, namun Lollapalooza menjadi festival musik pertama yang digelar pada era pandemi. Festival tahunan besar lainnya seperti Bonnaroo atau Coachella hingga kini masih tiarap setelah tahun lalu dibatalkan.

Bagi panitia penyelenggara dan otoritas Chicago yang memberikan lampu hijau izin festival, Lollapalooza tahun ini adalah ‘perjudian’ dengan hasil yang sukses besar. Foto aerial konser yang menampilkan lautan manusia bak cerminan betapa dahaga para festivalgoers akan konser musik terhapus setelah setahun lebih disabotase oleh Covid-19. 

Lantas, bagaimana bisa, Lollapalooza yang dihadiri oleh mayoritas pengunjungnya tak bermasker, bisa membuat ramalan para ahli kesehatan meleset?

Menurut Wali Kota Chicago, Lori Lightfoot, kunci keberhasilan Lollapalooza adalah penerapan syarat protokol kesehatan bagi pengunjung festival. Tak sekadar harus memegang tiket, calon penonton Lollapalooza juga mesti bisa membuktikan bahwa mereka sudah divaksinasi atau bisa membuktikan bahwa mereka negatif Covid-19 berdasarkan tes terbaru. Lori juga mengklaim, 90 persen dari 385 ribuan penonton Lollapalooza sudah divaksinasi.

Bagi industri dunia hiburan dan seni pertunjukan live, apa yang diumumkan otoritas kesehatan Chicago tentunya menjadi berita baik. Lollapalooza sepertinya akan menjadi tolak ukur (benchmark) bagi festival-festival musik di AS. Dan memang, setelahnya beberapa band atau promotor festival lewat media sosial mengumumkan kick-off rangkaian tur musim panas mereka tahun ini, dengan syarat utama bagi calon penonton; bukti sudah divaksinasi atau hasil tes negatif Covid-19.

Tidak hanya di AS, di Eropa, festival-festival besar yang saban tahun sebelum era pandemi selalu menyedot ratusan ribu penonton, pada musim panas tahun ini siap kembali mendirikan panggung-panggungnya. Reading and Leeds, Isle of Wight menjadi di antara yang berani menggelar konser pada akhir Agustus dan September. Bagaimana nasib Asia?

Sebagai jurnalis yang juga penikmat seni pertunjukan live semacam konser atau teater, jujur saya ikut gembira tapi sekaligus iri dengan fenomena sukses Lollapalooza. Gembira karena ternyata masih ada harapan bahwa manusia ke depannya masih akan bisa menikmati seni pertunjukan secara langsung dan normal. Dan iri karena sepertinya Indonesia masih jauh dari momentum di mana konser dan lakon-lakon teater kembali mulai digelar dengan menghadirkan khalayak banyak.  

Bagi penggemar konser atau teater, rasa berada di antara khalayak audiens selain menyaksikan langsung skill, bakat, keterampilan para penampil seni pertunjukan adalah sensasi yang tak tergantikan. Itulah mengapa, seni pertunjukan nyatanya tidak bisa disubstitusi begitu saja dengan konser atau lakon virtual selama pandemi.

Vaksinasi adalah kunci. Ya, negara-negara berprevilese dengan kemampuan memvaksinasi warganya secara masif, meluas, dan cepat mulai merasakan keampuhan vaksin meredam amukan Corona. Setahap demi setahap, warga yang tinggal di negara yang program vaksinasinya sukses mulai bisa ‘hidup berdampingan’ dengan Covid-19. Kasus positif mungkin akan terus bertambah, namun dengan vaksinasi, rumah sakit tidak menjadi penuh dan angka kematian akibat Covid-19 bisa ditekan.

Hingga pekan keempat Agustus, berdasarkan Our World in Data, lebih dari 4,91 miliar dosis vaksin Covid-19 telah disuntikkan di seluruh dunia. Indonesia berada di peringkat negara-negara terbawah  dengan angka 87,26 juta dosis disuntikkan, di mana baru 10 persen dari total populasi mendapatkan suntikan dosis lengkap.

Lambannya program vaksinasi di Indonesia tergambar dari capaian 50 juta suntikan pertama vaksin Covid-19 dalam kurun 27 pekan atau nyaris memakan waktu 7 bulan. Progres ini tentu sangat jauh dari target Presiden Jokowi yang menginginkan 100 juta dosis sudah disuntikkan pada akhir tahun nanti, kecuali memang ada terobosan yang luar biasa selama empat bulan ke depan.

Sejauh ini, masih menjadi misteri mengapa vaksinasi di Tanah Air begitu lelet. Stok vaksin selalu diklaim cukup oleh pemerintah yang bahkan bilang sudah berhasil mengamankan komitmen 370 juta dosis hingga akhir tahun nanti. Antusiasme masyarakat divaksin juga saat ini meningkat menyusul fakta bahwa mayoritas korban meninggal akibat amukan varian Delta pada Juli lalu adalah warga yang belum divaksin.

Apakah masalahnya ada pada jumlah vaksinator dan sarana/prasarana vaksinasi? Ataukah memang isu benturan ego sektoral di level pemerintah daerah menjadi salah satu penghambat laju vaksinasi? Apa pun kendalanya, pemerintah harus segera mengatasinya jika Indonesia ingin ikut menjadi bagian dari negara-negara yang kini telah menganggap Covid-19 sebagai penyakit flu biasa.

Lebih dari 1,5 tahun dunia terkurung pandemi Covid-19, dan setelah vaksinasi tersedia, sudah saatnya sektor-sektor lain di luar kesehatan -- -- bergeliat termasuk seni pertunjukan. Sama seperti sektor lainnya, sektor seni pertunjukan yang merupakan bagian dunia hiburan (showbiz) adalah juga tempat banyak orang mengais rezeki, mencari nafkah. Dan Lollapalooza telah membuktikan, vaksinasi adalah kunci utama membuka satu per satu gembok belenggu pandemi.  

*penulis adalah jurnalis Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement