Oleh : Fuji Pratiwi, Jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Di sebuah webinar kesehatan, saya pernah mendengar penjelasan betapa ngeri dampak pengeroposan tulang. Keropos tulang itu membunuh pelan-pelan.
Kalau UMKM diibaratkan tulang punggungnya ekonomi bangsa ini, seberapa kuat UMKM kita? Pertanyaan itu muncul di kepala saya saat pandemi Covid-19 berjalan lebih dari setahun dan rupa-rupa bantuan mulai disalurkan buat UMKM. Sebab kalau UMKM bermasalah, akan banyak persoalan turunan yang dihasilkan.
Data Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2020 mencatat, UMKM berkontribusi terhadap PDB sebesar 61,07 persen atau senilai lebih dari Rp 8.500 triliun. Selain itu, UMKM juga mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja dan UMKM mampu menghimpun hingga 60,4 persen dari total nilai investasi.
Dalam banyak kesempatan, berulang-ulang saya dengar, yang menjadi sumber "pengeroposan" UMKM antara lain permodalan, inovasi produk, dan pemasaran. Maka, bisa dibayangkan kalau UMKM gulung tikar berjamaah akibat bisnisnya macet akibat kurang modal, tidak inovatif, dan tidak pandai memasarkan produk. Sudah begitu, dihantam pandemi pula.
Berapa banyak orang akan jadi pengangguran?
Berapa banyak lagi orang yang akan masuk kategori warga miskin?
Kementerian Koperasi dan UKM menyampaikan, pemerintah menggelontorkan sejumlah program demi membantu UMKM bertahan di tengah pandemi. Pemerintah menggelontorkan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) sebesar Rp 11,76 triliun untuk 9,8 juta pelaku usaha mikro, dengan nilai bantuan masing-masing sebesar Rp 1,2 juta. Pemerintah pun terus menyalurkan KUR.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, penyaluran KUR sejak Januari sampai 2 Agustus 2021 telah mencapai Rp 148,08 triliun. Realisasi KUR tersebut 58,53 persen dari target 2021 awal yang sebesar Rp 253 triliun atau 51,96 persen dari perubahan target 2021 yaitu Rp 285 triliun.
Selain dua bantuan itu, pemerintah juga membantu UMKM melalui restrukturisasi kredit, imbal jasa penjaminan, stimulus PPh final, serta pembebasan rekening minimum (rekmin) dan biaya abodemen listrik.
Sejauh itu, itu berucap alhamdulillah. Namun, lantas apa?
Saya setuju, bantuan yang sifatnya kuratif bukanlah pertolongan permanen. Bantuan seperti itu punya batas jumlah dan waktu. Apalagi bantuan pemerintah yang sumbernya dari APBN. Membuat UMKM tetap berproduksi dan menciptakan permintaan, saya pikir jadi bantuan yang lebih berkelanjutan.
Apa yang bisa UMKM dan kita lakukan?
Be Google-able! Begitu kata Dr Jon Wilson saat saya mengikuti ceramahnya soal marketing dan branding. Dosen Greenwich University Inggris bergaya nyentrik itu bilang, kalau kemahiran atau produk Anda mau laku, pastikan Anda bisa ditemukan di mesin pencari, Google.
Pernyataan itu nyambung buat UMKM. Pola belanja masyarakat, terutama di kota besar, sudah bergeser dan makin senang belanja online. Terlebih di era media sosial seperti sekarang. Selain e-commerce, media sosial seperti Facebook dan Instagram sering dipakai buat jual beli. Maka tentu saja UMKM perlu ikut pola belanja konsumennya.
Pandemi Covid-19 yang membuat pemerintah melakukan berbagai pembatasan, jadi paksaan agar UMKM go online. Hal yang makin tidak terhindarkan. Kalau UMKM bisa ditemukan di Google, tentu mereka masih bisa meraih konsumen di pasar online.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, baru 14,6 juta unit UMKM yang go digital per Juni 2021. Target pemerintah, ada 30 juta UMKM yang masuk kanal-kanal digital pada 2024.
Yang saya tahu, berbagai kementerian, lembaga, dan BUMN punya program terkait UMKM. Begitupun pemerintah daerah dan berbagai perusahaan swasta. Program mereka juga beragam, dari pemasaran online, sertifikasi halal, permodalan, sampai persiapan untuk tembus pasar internasional.
Yang pasti, membantu UMKM agar memasarkan produknya secara online adalah hal penting. Sebab, seperti yang saya tulis di atas, bantuan-bantuan kuratif bagi UMKM sifatnya terbatas. Tetap menghidupkan usaha mereka dengan menjaga sisi-sisi produksi dan menciptakan permintaan pasar adalah bantuan yang lebih berkelanjutan.
Kalau membantu UMKM lewat kebijakan adalah cara langitan yang sulit kita lakukan, cari cara sederhana yang kita bisa. Gimana? Lariskan dagangan mereka. Belanja, belanja, belanja!