Ahad 03 Jan 2021 14:40 WIB

FPI, Mobil Listrik, dan Ancaman Geopolitik

Indonesia punya peluang dan ancaman besar sebagai penghasil nikel terbesar di dunia.

Seorang warga memasuki kantor DPP FPI di kawasan Petamburan III, Jakarta, Rabu (30/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Seorang warga memasuki kantor DPP FPI di kawasan Petamburan III, Jakarta, Rabu (30/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdullah Sammy, Jurnalis Republika

Mobil listrik berpotensi mengubah tatanan dunia secara cepat. Bersamaan dengan semakin masifnya pengunaan mobil listrik, maka ketergantungan terhadap komoditas minyak bumi akan berkurang. Sebaliknya, komoditas sumber daya utama yang 'diperebutkan' akan bergesar menjadi nikel.

Jika skenario ini terjadi tentu akan menggeser peta geopolitik. Timur Tengah tak lagi jadi spektrum utama yang 'diperebutkan', melainkan bergeser ke Indonesia. Indikasi dari skenario itu terjadi sudah nampak dengan jelas akhir-akhir ini.

Sebelum berbicara jauh seputar potensi dan ancaman nikel, saya ingin mengawali ulasan ini dengan mengaitkannya pada persoalan FPI. Isu FPI telah menimbulkan pro atau kontra di tengah masyarakat.

Pada tulisan ini, saya tak akan masuk pada konteks perdebatan dukung atau tolak FPI. Sebab preferensi pro-kontra terkadang menyempitkan nalar dalam menelaah persoalan yang lebih besar. Sehingga yang tercipta bukanlah kebenaran melainkan pembenaran atas perasaan suka atau tidak.

Meminjam istilah Pariser dalam Dostilio dan Welch (2019), "to be a good citizen, it's important to be able to put yourself in other people's shoes and see the big picture". Intinya, kita mesti menempatkan diri pada sisi berbeda agar bisa melihat gambar besar (big picture) dari sebuah persoalan.

Terkait FPI, mari kita membedahnya secara lebih luas. Sebab selama ini pembahasan FPI hanya berkutat pada isu-isu yang bersifat mikro. Bagaimana jika persoalan FPI ditarik secara lebih makro? Apakah ada kepentingan global di balik polemik FPI ini?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement