REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh: Batara Richard Hutagalung , Pemerhati dan Peneliti Sejarah.
Tulisan ini termasuk salahsatu pelurusan penulisan sejarah yang sangat penting, yaitu mendudukkan peristiwa-peristiwa di masa lalu sesuai dengan proporsinya.
Saya meluruskan kekeliruan selama puluhan tahun mengenai SUMPAH PEMUDA yang dihasilkan oleh Kongres Pemuda II, dan kekeliruan dalam penilaian terhadap Kongres Pemuda I yang diselenggarakan dari tanggal 30 April – 2 Mei 1926.
Kedua hal tersebut sebenarnya telah disampaikan oleh Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, mantan Ketua Panitia Kongres Pemuda I, dan oleh Sugondo Joyopuspito, mantan Ketua Panitia Kongres Pemuda II.
Keduanya menulis dalam buku 45 TAHUN SUMPAH PEMUDA, yang diterbitkan oleh Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah Jakarta, bulan Mei 1974. Selain kedua mantan Ketua tersebut, beberapa pelaku sejarah juga ikut memberikan kontribusi tulisan.
Namun kelihatannya tidak banyak yang membaca buku tersebut, sehingga sampai detik ini, kesalah-pahaman mengenai Kongres Pemuda I dan Kongres Pemuda II masih berlanjut.
Sugondo Joyopuspito, selain sebagai Ketua Panitia, juga bertindak sebagai Ketua Sidang. Menurut pendapatnya, para pengarang mengenai Kongres Pemuda II, tidak menghadiri acara tersebut, sehingga tidak mengetahui peristiwa yang sesunggunya.
Apalagi mengenai latar belakang penyelenggaraan Kongres Pemuda I. Sugondo menjelaskan, bahwa sesungguhnya acara tersebut dirancang sebagai Rapat Umum yang terbuka untuk semua yang berminat.
Akibatnya pengunjungnya membludak, mencapai sekitar 700 orang. Yang kemudian dinamakan sebagai SUMPAH PEMUDA, sebenarnya adalah resolusi, bukan sumpah atau ikrar.
Mohammad Tabrani melihat, bahwa pengarang tulisan mengenai Kongres Pemuda I, yang pada waktu itu dalam bahasa Melayu dinamakan 'KERAPATAN BESAR PEMUDA-PEMUDI INDONESIA', tidak membaca hasil Laporan Kongres Pemuda I. Seluruh persidangan dan pembahasan dalam Kongres Pemuda I dilakukan dalam bahasa Belanda.
Demikian juga Laporan hasil Kongres. Laporan tersebut baru diterjemahkan ke Bahasa Indonesia tahun 1981. Mungkin kendala bahasa menyebabkan terjadinya kesalahan-kesalahan dalam penulisan.
Kongres Pemuda II sebenarnya merupakan pematangan dari pembahasan-pembahasan mengenai 'SATU NUSA, SATU BANGSA, SATU BAHASA' yang dibahas dalam Kongres Pemuda I yang diselenggarakan dari tanggal 30 April – 2 Mei 1926. Jadi yang dibacakan pada 28 Oktober 1928 adalah hasil belasan kali pertemuan besar tokoh-tokoh organisasi-organisasi pemuda pribumi sejak tahun 1925 dan puluhan kali diskusi-diskusi yang intensif.
Rumusan yang dibacakan pada 28 Oktober 1928 sudah sangat rinci dibahas dalam Kongres Pemuda I, Namun masih ada kendala, anta lain, belum ada kesepakatan mengenai nama BAHASA PERSATUAN untuk Bangsa yang akan dibentuk.
Muhammad Yamin menginginkan agar Bahasa Melayu ditetapkan sebagai bahasa persatuan DENGAN NAMA BAHASA MELAYU, namun Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, Ketua Panitia, mengusulkan agar nama bahasanya bukan Bahasa Melayu, melainkan dinamakan BAHASA INDONESIA. Karena belum tercapai kesepakatan, maka perumusannya ditunda sampai Kongres kedua.
Dalam tulisan ini, yang lebih disorot adalah penyelenggaraan pertemuan besar pertama organisasi-organisasi pemuda pribumi, yang dinamakan KERAPATAN BESAR PEMUDA-PEMUDI INDONESIA I.
Perlu diingatkan, bahwa pada waktu itu masih dalam suasana penjajahan yang sangat diskrimnatif terhadap pribumi. BANGSA INDONESIA BELUM DIBENTUK. BAHASA INDONESIA BELUM “DICIPTAKAN.”