REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ilham Bintang, Jurnalis Senior dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat.
Ada banyak orang hebat bernama Muhammad Nuh di Republik ini. Tapi Muhammad Nuh asal Jambi-lah yang paling hebat hari-hari ini. Dengan modal pulsa hand phone yang cekak — beberapa kali kontak saja kuotanya habis — Muhammad Nuh mendadak terkenal di seluruh Indonesia.
Waktu salat Ied di kampungnya dia dielu-elukan bak selebriti. Berebutan orang jabat tangan dan foto bersama. Di balik nasib kelamnya sebagai buruh harian lepas, mungkin Nuh salah seorang yang dapat berkah Lailatul Qadar di hari-hari ganjil 10 hari terakhir Ramadhan. Pahalanya mengalir!
Berkah “Konser Virtual Berbagi Bersama Bimbo” Ahad, 17 Mei lalu, nama Nuh melesat bak meteor. Dibicarakan di mana-mana. Menenggelamkan nama-nama sohor di balik konser maupun para artis penampil. Kita tahu tokoh di belakang konser itu mulai dari Ketua MPR-RI, Ketua DPR-RI, Kepala BPIP, sampai Presiden Jokowi. Sedangkan artis penampilnya adalah pemusik lagendaris Trio Bimbo.
Bukan hanya itu. Nuh juga berhasil mengalihkan sejenak perhatian publik dari keruwetan penanganan pandemi corona yang selalu sarat kontroversi. Juga dari perdebatan sengit soal mudik atau pulang kampung, dan boleh tidaknya melaksanakan salat Ied di lapangan terbuka atau masjid.
Peristiwa Nuh, bisa mengurangi stress dan sebaliknya menambah kekebalan tubuh karena sangat menghibur. Saya kira di sini pahala mengalir untuknya. Banyak yang ketawa guling-guling setelah menonton video wawancaranya dengan seorang nitizen, dan videonya ketika dielu-elukan saat mau salat Ied di kampungnya. Warga yang mengerubungnya sampai lupa ambil jarak.
Sepintas pertama melihat wajahnya dari foto KTP memang jauh dari kesan mau menipu atau sekedar “mengerjai” panitia konser Berbagi Kasih yang diselenggarakan MPR-RI dan BPIP itu. Lewat tulisan ini saya juga mau meralat anggapan saya, yang semula begitu. Pantas Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo legowo malah ngotot memafkan dia. Bahkan mengappeal pihak kepolisian di Jambi untuk tidak merperkarakan yang bersangkutan. Nuh sendiri ke markas Polda Jambi bukan karena dipanggil polisi. Melainkan untuk meminta perlindungan karena “ditagih” pembayaran uang lelang sepeda motor listrik Gesits sebesar Rp. 2.550.000.000.-
Saya yakin Anda penasaran ingin tahu ihwal kisah Nuh. Tapi, tunggu. Perkenankan saya lebih dulu membayangkan suasana batin pria wajah polos yang sempat kaget sendiri hingga mendatangi kantor polisi. Perkaranya memang “ngeri - ngeri sedap.”. Bisa dituduh mau sabotase. Publik, sebagaimana diumumkan host acara konser Berbagi Kasih, Nuh adalah pengusaha tambang. Dermawan ini adalah penawar tertinggi lelang Gesits sebesar Rp. 2,55 M.
Begitu pengumuman host konser Chocky Sitohang. Host tidak ujug- ujug mengumumkan begitu saja. Chocky mengkonfirmasi dulu ke Wanda Hamidah yang berkomunikasi dengan Nuh. Dan, Wandah pun meyakinkan: sudah dua kali katanya dia menelpon Nuh. Chocky lalu meminta restu Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo. Bamsoet pun perlu hitungan sepuluh detik sebelum menyatakan bungkus : Nuh pemenangnya.
Pada malam berbahagia itu Nuh mengalahkan banyak penawar, termasuk politisi PDI-P Maruar Sirat yang menawar 2,2 M. Nama Nuh langsung dapat applaus panjang ketika diumumkan sebagai pemenang. Dengan kedermanan Nuh ini maka uang yang terkumpul malam itu sebesar 4 M. Seluruhnya akan disumbangkan kepada pekerja seni yang terpapar pandemi corona.
Namun keriuhan suasana konser mendadak berubah selang tiga hari kemudian. Beredar kabar Nuh diamankan polisi.
Salah loket
Ternyata panitia salah “ loket”. Muhammad Nuh yang tinggal di kampung Manggis Jambi bukanlah pengusaha tambang seperti yang diumumkan oleh host acara. Pekerjaan Nuh hanya buruh lepas harian yang justru bagian yang terkena imbas pandemi.
Dia malah tidak bisa bekerja lagi, dan mengingat status pekerjaannya, Nuh mungkin termasuk rakyat yang malah harus menerima bansos. Sekarang “dikejar “ pula membayar harga motor Jokowi yang jumlahnya, maaf, mungkin seumur hidup dia belum pernah punya uang sebanyak itu.
Dari ceritanya yang saya ikuti di video yang sekarang viral, justru Nuh-lah merasa menang kuis dan berhak atau uang Rp.2.550 juta ( anggapan dia begitu). Di video Nuh yang diwawancarai seorang nitizen , tampak amat polos. Semakin membuat saya haqul yakin bermaksud iseng saja pun tidak kawan ini. Apalagi mau menyabot konser, lebih -lebih mau menipu.
Cuma ada satu dipikirannya: Konser itu kuis Jokowi pasti acara bagi-bagi hadiah buat rakyat. Seperti lazimnya kalau Presiden RI itu bagi-bagi sepeda atau traktor. Eh, salah, traktor tempo hari itu tak jadi. Ini klop dengan pernyataan Bambang Soesatyo. “ Apa yang mau dituntut? Tidak ada pihak yang dirugikan kok, “ kata Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum Golkar, inisiator konser itu.
Menurut cerita Nuh, malam itu ia hanya sambil lewat nonton acara konser di TV. Itu juga di bagian akhir: pas acara lelang motor listrik di mulai. Dia pun mencoba mengontak. Ajaib, telponnya bisa tersambung setelah 6-7 kali gagal menghubungi panitia lelang.
“Saya lihat ada 6 pilihan angka. Waktu itu masih 500 jutaan atau 1 Milyar,” ceritanya. Terus? Penerima telponnya kemudian menanya apakah mau lanjut, dan Nuh mengiyakan.
Sementara itu penawaran di layar televisi terus meningkat. Sudah mencapai 2 M. Mendadak telponnya putus. Habis pulsa. Dia sudah “membuang” ponselnya ketika dering panggilan panitia masuk.“ Orang itu tanya : apakah bersedia nambah. Saya jawab, "iya dong," kata Nuh.
Apakah Pak Nuh punya uangnya? Tanya si pewawancara. “Iya, nggak. Saya mengira itu kuis, makin nambah uangnya berarti nambah pula hadiah yang bakal saya menangkan,” ujar Nuh tak bisa menahan tawa terkekeh mengenang kejadian itu. “Saya tahunya itu kan kuis, makin tambah saya makin senang. Saya nggak ada beban,” ceritanya lagi.
"Tapi Pak Nuh kan mengaku pengusaha, cecar pewawancara. “Saya nggak omong. Orang itu yang bilang saya pengusaha,” tambah Nuh lagi. Meski wajahnya agak seram karena berewokan, tetapi Nuh ini jenaka. Berbakat untuk stand up comedy. Dalam wawancara video dia tampak menikmati kesalahpaman yang terjadi dengan perasaan bahagia. Berkali-kali ia tertawa geli.
Saya mencoba cari istilah yang tepat untuk insiden Muhammad Nuh ini. Tidak berhasil. Tapi, saya yakin cerita kisruh-kisruh begini pernah dialami oleh banyak orang. Bijaksanalah Bamsoet dan Polda Jambi tidak memperpanjang soal ini.
Pasal apa yang bisa dipakai untuk menghukum insiden yang nyatanya orang yang mengikuti duduk perkaranya bisa tertawa guling-guling. Hidup Muhammad Nuh!