Selasa 28 Jan 2020 15:46 WIB

Tajuk Republika: 100 Hari Jokowi-Amin, Bagaimana Penilaian?

Seratus hari berjalan begitu cepat.

Presiden Joko Widodo (keempat kiri) didampingi Wakil Presiden Ma
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) didampingi Wakil Presiden Ma

REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres KH Ma'ruf Amin genap berusia 100 hari pada akhir pekan lalu. Periode kedua Presiden Jokowi ini dengan kabinet yang baru, Kabinet Indonesia Maju, banyak diharapkan mampu memperlihatkan gebrakan, terobosan, ataupun percepatan program pembangunan yang dibutuhkan publik. Apalagi dalam kabinet, Presiden sudah menunjuk menteri-menteri dari kelompok muda yang berasal dari kalangan luar partai politik.

Bagaimana penilaian kita terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin kali ini? Harus diakui, 100 hari kemarin berjalan begitu cepat. Ada banyak sekali kejadian di pemerintahan. Publik pasti akan terbelah opininya: Ada yang menilai jalannya pemerintahan 100 hari kemarin cukup baik. Dan ada yang menilai, 100 hari kemarin kinerja pemerintahan yang baru belum terasa maksimal.

Ukuran 100 hari kinerja pemerintah memang bisa diperdebatkan. Memangnya apa yang bisa diukur dalam 100 hari kabinet berjalan? Mengapa harus 100 hari? Mengapa tidak setahun saja agar lengkap datanya. Tapi kita bisa menarik simpulan bahwa sebetulnya publik berharap pada pemerintahan kedua Presiden Jokowi ini kehidupan dan kesejahteraan mereka berjalan lebih baik.

Asa ini yang mahal dari publik. Karena artinya mereka memercayai pemerintahan yang baru. Mereka percaya pada visi misi, program, dan janji kampanye. Pendek kata dalam 100 hari publik sebetulnya ingin merasakan ada sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Dan sebaik-baiknya pemerintahan yang baru terpilih dan terbentuk adalah menjaga asa publik itu tetap tinggi.

Apalagi ini pemerintahan periode kedua. Tidak perlu ada 'bulan madu' pemerintah dan rakyat. Karena sudah melewati periode pertama. Artinya: Pemerintah periode kedua bisa langsung tancap gas melakukan penyesuaian dan menjalankan program-programnya. Tentu harusnya bukan program baru yang muncul dadakan, karena visi pucuk pimpinan tetap sama.

Namun, apa yang kita lihat dan rasakan dalam 100 hari kemarin? Yang pertama sekali adalah riuh jalannya pemerintahan akibat munculnya pernyataan-pernyataan kontroversial menteri, kasus demi kasus BUMN, ataupun langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah komisioner baru. Berisik sekali. Belum tuntas satu soal, muncul soal lain. Bertubi-tubi begitu. Misalnya, komentar yang seharusnya tak perlu, dari menteri agama soal cadar dan celana cingkrang. Lalu disusul penghapusan materi perang pada era Nabi Muhammad SAW. Menteri Kelautan dan Perikanan membatalkan kebijakan menteri sebelumnya soal cantrang, yang kemudian dibatalkan lagi karena kontroversial.

Dari Kementerian BUMN muncul kasus Jiwasraya, ASABRI, serta 'penyelundupan' motor Harley Davidson dan sepeda Brompton. Buntutnya, dirut dan sejumlah direksi Garuda Indonesia dicopot lalu diganti. Namun, kasus hukum bea masuknya sampai sekarang menguap entah ke mana. Menteri BUMN Erick Thohir juga menganulir kebijakan superholding dari Menteri BUMN Rini Soewandi serta melakukan sejumlah perombakan direksi dan komisaris di beberapa BUMN penting.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim juga membuat gebrakan yang ditunggu siswa dan guru, yaitu menghilangkan ujian nasional dan menggantinya dengan ujian jenis baru. Nadiem juga memberi semangat para guru lewat 'Merdeka Mengajar'. Namun, Nadiem belum memberikan solusi atas ratusan ribu guru honorer yang terlunta menunggu pengangkatan yang dijanjikan menteri sebelumnya.

Menkes Terawan Agus Putranto masih disibukkan oleh persoalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Yang awalnya diterima dan didukung DPR, tapi kemudian diprotes DPR, diprotes pemerintah daerah provinsi dan kabupaten, serta diprotes publik. Sampai-sampai harus mengkaji lagi kenaikan dan menunggu laporannya. Kembali lagi ke awal.

Sebegitu ramainya, sampai publik tidak mendengar kebijakan segar dari menteri-menteri lainnya yang juga amat penting, seperti menteri tenaga kerja, menteri desa dan pembangunan daerah tertinggal, menteri UKM, dan menteri lainnya. Sayang sekali program kerja menteri lain tertutup atau ditutupi oleh ingar bingar kasus macam tersebut.

Ada momentum yang hilang dari 100 hari pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres KH Maruf Amin. Momentum itu biasanya sukar diperoleh kembali karena publik sudah dijejali oleh 'sinetron kejar tayang' baru. Di sini kemudian pentingnya ketegasan dari pemimpin nasional muncul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement