REPUBLIKA.CO.ID, oleh Teguh Firmansyah*
Beberapa waktu lalu saya sempat berbincang dengan seorang teman yang dulu pernah bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena lagi ramai soal 'Islam cingkrang' dan 'Taliban' di KPK, saya pun menanyakan hal tersebut, apakah benar ada kelompok semacam itu?
Ia pun menjawab dengan garis besar demikian, "Di KPK itu beragam, ada Rohani Islam, ada Rohani Kristen ataupun Rohani Hindu. Semua berjalan dengan harmonis, tidak ada yang menyudutkan satu sama lain."
"Bagi pekerja yang Muslim bisa menjalankan shalat di Mushola yang ada di setiap lantai. Sementara bagi warga Nasrani ada kebaktian, ada juga perayaan Natal."
Lantas bagaimana dengan celana cingkrang? "Yang namanya celana cingkrang dan jidat hitam yang pasti ada. Tapi itu bukan masalah, tidak mempengaruhi mereka dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi?"
Isu Taliban kembali muncul jelang revisi UU KPK kemarin. Isu Taliban ini seolah menambah pukulan buat KPK yang sedang digembosi dari sisi kanan maupun kiri.
Isu Taliban seperti digulirkan untuk memecah belah pendukung KPK dan mengurangi kepercayaan kepada lembaga antirasuah itu. Framing ini digencarkan oleh buzzer-buzzer di media soal. Sadar atau tidak isu itu kian memudahkan langkah dewan dan pemerintah merevisi UU KPK. .
"Buat apa saya dukung KPK kalau disusupi kelompok garis keras?" begitulah sekiranya framing yang ingin diarahkan.
Taliban adalah salah satu kelompok bersenjata terkuat di Afghanistan. Kelompok ini pernah berkuasa sebelum akhirnya digulingkan oleh Amerika Serikat lewat serangan militer pascatragedi WTC.
Taliban dianggap sebagai kelompok Islam garis keras karena cara penerapan nilai dan aturan Islam secara konservatif. Framing ada Taliban di KPK seolah ingin menekankan adanya pegawai yang terlibat Islam radikal dan bisa berbahaya buat KPK.
Adapun framing 'Islam Cingkrang' dan jidat hitam juga mengarah ke hal yang sama. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cingkrang berarti terlalu pendek. Kata ini kerap disematkan bersama kata celana, 'celana cingkrang'.
Namun dalam bahasa politis atau ideologis, celana cingkrang kerap dianalogikan ke kelompok yang memiliki paham konservatif. Salah satu akun yang pernah meramaikan ini adalah Denny Siregar. Tulisannya di kicau ulang para pendukungnya, termasuk Ahmad Sahal. Lebih dari 2.000 tanggapan mengalir di kolom komentar kicauan Twitter Sahal. Ada yang mendukung, tapi banyak juga yang nyinyir bahkan //misu-misu//.
Apalagi diujung tulisan yang ditangkap layar terpampang foto Novel Baswedan. Novel, adalah sosok senior di KPK yang satu matanya cacat seumur hidup karena disiram air keras. Hingga kini pelakunya belum ditangkap.
Setali tiga uang, wacana kelompok kanan menyusupi KPK juga diembuskan sewaktu Pansel KPK dibentuk. Pansel pun melibatkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menyeleksi calon pimpinan. Isunya sama, mereka tak ingin KPK disusupi oleh kelompok garis keras.
Namun sayang hingga kini tidak ada bukti bahwa KPK telah melakukan penyimpangan secara ideologi. Bendera merah putih tetap berkibar di KPK, lagu Indonesia Raya tetap dinyanyikan, Pancasila dan UUD 1945 tetap menjadi panduan utama, dan tidak ada pemaksaan kehendak dalam beragama di komisi tersebut.
Di tengah beragam kekurangannya, KPK juga terus menggencarkan upaya pemberantasan korupsi yang menyasar eksekutif, legislatif hingga pejabat-pejabat di daerah. Terbanyak yakni anggota DPR dan DPR dengan 255 perkara dan disusul oleh kepala daerah 110 kepal daerah. Mereka diproses dalam kasus korupsi hingga pencuaian uang.
Ketua KPK Agus Rahardjo menantang pihak-pihak yang mengembuskan isu 'polisi Taliban'. Ia pun yakin tujuan dari isu adalah untuk mendiskreditkan KPK. Agus lantas menyoroti surat Saut Situmorang yang menyebut soal kebaktian di KPK. Surat itu sekaligus membantah adanya Taliban di KPK.
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua lebih keras lagi. Hehamahua menegaskan, isu radikalisme dan Taliban adalah perlawanan dari koruptor yang merasa terganggung dengan KPK.
Seperti pepatah bilang, "ada udang di balik batu". Ada maksud di balik isu Polisi Taliban, Islam Cingkrang, maupun Jidat Hitam di KPK.
*) Penulis adalah jurnalis Republika.co.id