REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Edy Sutriono,S.E.,M.M.,M.S.E.*
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menyentuh level Rp 15.000 per dolar AS. Pelemahan rupiah ini telah terjadi selang beberapa waktu yang lalu dan masih terasa sampai kini. Fakta tak terbantahkan dari sisi ekonomi sebagai penyebab gejolak fluktuasi rupiah tersebut adalah daya tarik dolar AS yang memberikan insentif lebih tinggi berupa kenaikan suku bunga melalui kebijakan normalisasi moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed).
Pelemahan nilai tukar rupiah lebih sebagai imbas kebijakan AS tersebut dan bukan berasal dari guncangan pada fundamental ekonomi. Hal tersebut ditandai pengaruh kenaikan suku bunga AS tidak hanya berdampak terhadap rupiah, tetapi berdampak pula pada mata uang global.
Di sisi fundamental ekonomi domestik masih cukup tangguh dan stabil. Tercatat angka pertumbuhan ekonomi Triwulan I 2018 mampu berada di level 5,06 persen, sementara neraca perdagangan sempat mengalami surplus senilai 1,1 miliar dolar AS pada Maret 2018 sampai dengan Juni 2018. Pondasi ekonomi yang baik ini mampu menahan pelemahan nilai tukar rupiah tidak pada tingkat yang dalam.
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Ahad (2/9).
Menghadapi gejolak nilai tukar tersebut, lantas apa yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat, rakyat dan bangsa Indonesia? Langkah bijaksana yang dilakukan untuk menjaga rupiah, yang kita yakini sebagai salah satu alat pemersatu bangsa Indonesia ini adalah mengidentifikasi simpul-simpul ekonomi yang terdampak dan menetapkan kebijakan yang tepat untuk meredamnya. Rupiah dan dolar AS ibarat komoditas yang sangat dipengaruhi permintaan dan penawaran mata uang tersebut.
Pertama dari sisi investasi, kenaikan suku bunga AS mengakibatkan penurunan penawaran dolar AS disebabkan arus modal keluar dari pasar modal dan pasar uang dalam negeri sebagai motif logis spekulasi. Alternatif langkah yang ditempuh meng-counter dengan memberikan insentif lebih tinggi sebagai opportunity yakni menaikkan suku bunga secara prudent.
Bank Indonesia (BI) telah menempuh langkah tersebut dengan menyesuaikan tingkat suku bunga acuan menjadi 4,5 persen. Hal ini menurut hemat penulis merupakan langkah yang dapat diterima. Kebijakan ini dapat membantu menjaga iklim investasi agar modal asing bisa kembali masuk ke pasar keuangan domestik dan dapat membendung aksi jual investor. Modal asing yang masuk berbentuk valuta asing akan membantu memenuhi supply dolar AS.
Bank Indonesia bersama pemerintah perlu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap fluktuatif nilai tukar rupiah dan kebijakan The Fed. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia ini lebih bersifat jangka pendek, meskipun demikian tentu dapat berpengaruh kepada kenaikan suku bunga kredit perbankan. Perbankan diharapkan secara pruden dan selektif dalam meningkatkan suku bunga kredit. Kenaikan suku bunga kredit dapat berimbas menurunnya tingkat konsumsi masyarakat apalagi menjelang Lebaran.
Peran Bank Indonesia dan pemerintah harus didukung seluruh masyarakat dalam berinvestasi, menabung dan bertransaksi ekonomi dengan menggunakan rupiah sebagaimana diamanatkan dan menjadi semangat Undang-Undang Mata Uang.
Siapa lagi yang akan mencintai rupiah kalau bukan kita semua sebagai bangsa Indonesia yang memiliki rupiah.
Kedua, pengeluaran pemerintah dalam APBN tidak terlalu berpengaruh karena baik penerimaan dan belanja lebih banyak berbasis rupiah. Namun perlu dicermati belanja dalam mata uang asing, seperti perwakilan RI di luar negeri dan proyek yang menggunakan bahan baku atau material dari luar negeri.
Pengendalian belanja pemerintah dengan prinsip skala prioritas dan disiplin pelaksanaan anggaran perlu dilakukan. Adanya selisih kurs yang terjadi akan membuat pemerintah harus mengeluarkan dana sedikit lebih besar untuk melunasi pokok dan bunga utang.
Sementara itu program jejaring sosial untuk kesejahteraan rakyat masih dapat dijalankan dalam kondisi aman. Bidang pendidikan, kesehatan dan ketahanan pangan dan Dana Desa untuk Cash For Work dapat direalisasikan sampai dengan bulan Mei 2018 ini.
Terkait subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik tetap mengedepankan penyediaan BBM dan listrik di seluruh Indonesia dengan harga terjangkau. APBN tetap sehat dan shock yang berasal dari luar itu kemudian bisa diminimalkan pengaruhnya kepada masyarakat.
Sementara dari sisi swasta, walau masih dalam angka yang aman menurut Bank Indonesia, tetapi dengan adanya pelemahan rupiah ini dapat membebani kondisi finansial mereka sehingga dapat menghambat proses produksi. Karena itu apabila diperlukan, pihak dunia usaha dapat melakukan recshedulling utang atau melakukan buyback loan.
Menoloang rupiah agar tak kian terpuruk.