Senin 13 Nov 2017 05:07 WIB

Akrobat Ekonom 'Zaman Now'

Antrean panjang pengunjung gerai Lotus di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. (ilustrasi).
Foto: Fergi Nadira/Republika
Antrean panjang pengunjung gerai Lotus di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. (ilustrasi).

Oleh. Fuad Bawazier*

Ketika ada beberapa ekonom zaman sekarang (akrab disebut zaman now), baik yang duduk dalam pemerintahan maupun yg diluar (tetapi dikenal sebagai pendukung kekuasaan) mengatakan bahwa:'daya beli tidak turun tetapi rakyat menunda konsumsinya'.

Saya merasa amat miris atas pernyataan mereka itu. Mengapa? Ini karena para ekonom ini sudah berakrobat ke luar dari disiplin ilmunya sendiri. Tujuannya, tentunya demi agenda-agenda pribadinya.

Sebagai ekonom seharusnya mereka tahu bahwa konsumen tidak mudah atau rigid untuk mengubah pola atau behaviour konsumsinya. Kenyataan ini antara lain sudah diuraikan oleh ekonom pemenang Nobel Prof Milton Friedman dari Chicago University.

Begitu rigidnya dalam pola berkonsumsi sampai sampai ketika pendapatannya turun, konsumen tetap mencoba bertahan dengan level konsumsinya dengan cara mengambil tabungannya. Ketika tabungannya habis, untuk  mempertahankan pola atau kebiasaan konsumsinya atau gaya hidupnya, konsumen mulai menjual aset asetnya. Dan setelah asetnya yang bisa dijual habis, kadang di lanjutkan dengan berutang (bila masih ada yang percaya).

Karena itu, menjadi kurang logis bila dikatakan konsumen tiba tiba menunda konsumsinya, kecuali jika terjadi krisis politik atau keamanan. Tapi tidak dalam keadaan normal.

Alhamdullihnya debat kusir soal penurunan daya beli sudah terjawab dengan publikasi BPS yg menyimpulkan bahwa memang ada penurunan daya beli. Sebelum pengumuman BPS itu saya sudah mengingatkan kepada para ekonom akrobat yang  bersilat lidah bahwa daya beli tidak turun tetapi masyarakat cuma menunda konsumsinya, dengan sindiran.

Sindiran itu agar para ekonom akrobat (untuk tidak menyebutnya penjilat) itu nekad meneruskan akrobat konyolnya dengan menambahkan pernyataan-pernyataan kocaknya bahwa rakyat tidak ada yang miskin cuma menunda jadi kaya; dan rakyat tidak ada yang menganggur cuma menunda bekerja, dan berbagai hal serupa lainnya.

Nah, kata orang zaman old (dulu): ngono yo ngono ning ojo ngono, atau begitu ya begitu tapi jangan begitu. Dan kata guru agama saya sebenarnya sih: Astaghfirullah. Innalillahi wainnailaihi rojiun!

Jakarta. 12 Novemver 2017.

*Fuad Bawazier, pejawat menteri ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement