REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Delly Ferdian, Co-founder Millenial Wave Analytics
Banyak yang bilang, usia muda adalah usia yang belum matang dalam segala hal. Oleh karena itu, anak muda agaknya belum pas untuk menjadi seorang pemimpin sekaliber kepala daerah. Begitulah kiranya opini publik yang kini mengapung ke permukaan. Pasalnya, di banyak daerah, wacana mengangkat anak-anak muda menjadi kepala daerah semakin santer terdengar.
Perlawanan tentunya beragam, ada yang bilang "Mereka anak kemarin sore, masih bau kencur, ilmu dan pengalamannya masih sedikit". Ya, itu kata mereka (orang-orang tua). Tapi saya bilang, kini sudah saatnya anak muda mengambil peran jadi kepala daerah. Why?
Mengapa anak muda dianggap tidak bisa jadi seorang kepala daerah? Apakah ada aturan yang melarang anak muda untuk menjadi kepala daerah? Ya jelas tidak ada toh. Semuanya bisa dilakukan anak muda.
Andai saja dulu golongan muda tidak mendesak kaum tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan, mungkin saja sampai sekarang bangsa ini belum merdeka. Lantas apakah kita lupa akan peristiwa bersejarah tersebut?
Bahkan, saking percayanya Bung Karno pada kemampuan anak muda, dia mengatakan sanggup mengguncang dunia hanya dengan 10 pemuda. Masihkah anda bilang anak muda tak pantas menjadi pemimpin?
Lihat saja, ekonomi dunia beberapa tahun belakangan ini begitu bergairah. Semua itu tak lain karena peran anak muda dengan gaya milenialnya.
Ketika ekonomi terasa kian mencekik, anak muda datang dengan kreativitasnya. Mereka dorong perubahan, mereka genjot perekonomian. Mereka kembangkan berbagai macam inovasi, seperti start up yang menjawab berbagai kebutuhan masyarakat.
Mulai dari aplikasi transportasi daring, seperti Grab, Uber, dan Gojek; aplikasi kesehatan, seperti halodoc, alodokter, homecare24; aplikasi //crowdfunding,// seperti kitabisa.com, change.org, act; aplikasi belanja daring, seperti tokopedia, shope, sale stock; dan banyak aplikasi lain.