Selasa 17 Oct 2017 18:13 WIB

Radikalnya Mahasiswa Kampus Kami

M Firdaus, guru besar ekonomi IPB.
M Firdaus, guru besar ekonomi IPB.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M Firdaus, Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB

Semalam saya diminta menjadi panelis pada debat akbar dua paslon presiden mahasiswa. Dengan desain kampus Darmaga yang unik, acara dilangsungkan di node yang mereka sebut sebagai media center. Lumayan, animo mahasiswa terhadap organisasi di kampus rupanya masih tinggi.

Calon presma yang menurut saya plus minus untuk keduanya. Yang menunjukkan kesejatian mereka saat merespons pertanyaan saya: bagaimana bila suit saja untuk salah satu yang akan menjadi presidennya?

Saat beranjak pulang saya mendokumentasikan gerombol mahasiswa yang duduk-duduk di sepanjang koridor gedung, mendiskusikan kegiatan ekstrakurikuler dengan ragam organisasinya. Mahasiswa dan mahasiswi duduk melingkar, terkesan hangat dalam perbincangan ala mereka.

Sekelompok mahasiswa di pojokan terlihat sedang berlatih, entah menari atau areobik. Ya, kompetisi aerobik sudah menjadi ajang tahunan di kampus ini. Menjadi salah satu ajang lomba terfavorit.

Saya mendapat kabar berbulan-bulan mereka biasa berlatih tak jarang sampai tengah malam. Putera salah satu kolega saya, awalnya merasa tidak betah di kampus, berubah ceria sejak menemukan dunianya, memimpin kelompok aerobik di fakultasnya. Mahasiswa tetaplah anak muda.

Acara debat dimulai dengan pembacaan tilawah. Satu tradisi yang sudah membumi di kampus ini. Suara yang super merdu dari sang qori memyentuh hati, benar-benar anugerah Ilahi. Pantaslah dalam ajang Tilawatil Quran nasional yang baru lalu, kafilah yang mewakili kampus berhasil menoreh prestasi terbaik.

Berikutnya dengan semangat dan suara lantang kami menyanyikan Indonesia Raya dan Hymne IPB. Tak aneh mendengar kekompakan mahasiswa dalam bernyanyi, karena dalam berbagai ajang, tim paduan suara kampus ini selalu memboyong peringkat terbaik, bukan lomba di Indobesia, tetapi di berbagai belahan mancanegara.

Di kampus yang sebagian besar para mahasiswi tampil dengan hijabnya. Semalam saja, sungguh saya agak kesulitan mencoba menemukan mahasiswi yang tidak menutup auratnya.

Memang ini kampus radikal. Saya membuka kamus,  KBBI dan Oxford dict. Keduanya senada memberikan  dua makna pada kata radikal. Pertama secara mendasar dan kedua menuntut perubahan secara keras.  

Kedua makna bisa relevan untuk kampus kami. Secara mendasar para mahasiswa sudah berupaya mereka tidak hanya ingin lulus dengan IPK bagus saja. Mengasah keterampilan hidup dengan berbagai aktivitas ekstra juga hal yang utama.

Saya sebagai salah satu pimpinan fakultas sering kewalahan mengalokasikan dana untuk mendukung prestasi mereka. Saban pekan tidak kurang dari dua atau tiga mahasiswa akan selalu berangkat ke berbagai ajang kompetisi di dalam dan luar negeri, baru dari fakultas saya saja.

Menjadi finalis, presenter terbaik bukanlah hal yang luar biasa. Acapkali mereka yang S1 baru menginjak semester tiga atau lima sudah mengalahkan mahasiswa S3 dalam berbagai lomba di mancanegara. Mulai dari teknologi, lingkungan hidup, bisnis dan ekonomi syariah. Ucapan selamat di medsos sudah menjadi lazim atas prestasi mereka.

Dukungan penuh dari institusi IPB, pimpinan fakultas, departemen, dosen dan tendik yang membuat mereka terus berpacu. Perubahan-perubahan ke arah mind set prestatif yang fair terus digalakkan agar mereka lebih radikal dalam berbagai kompetisi.

Beberapa pekan lalu saya diminta menjadi juri dalam ajang kreativitas mahasiswa yang diikuti oleh peserta dari belasan negara. Lomba juga diikuti oleh mahasiswa dari berbagai PTN terbesar di Indonesia. Mulai dari presentasi sampai menjawab pertanyaan, benar-benar membuka mata saya, banyak mutiara terpendam di kampus ini yang tidak kalah hebat dari mahasiswa dari negara-negara kaya dan universitas yang lebih ternama.

Kalau ada perubahan yang keras dari kekinian mahasiswa ya tentu saja. Saya masih menyimpan foto-foto waktu masa kecil saya. Saat foto bersama, di tahun-tahun itu tidak ada saudara perempuan saya yang menutup utuh auratnya.

Saya juga merasa waktu kuliah sarjana ajang lomba dan prestasi tidaklah sebanyak sekarang yang ada. Zaman di mana televisi baru satu saluran saja. Belum ada internet dengan berbagai fasilitasnya. Sangatlah wajar kalau di masa-masa itu pada malam hari nongkrong bersama menjadi rutinitas, di mana sarana hiburan sangat minim keberadaannya.

Generasi milenial sekarang memang sudah berubah sesuai masanya. Mereka yang memutuskan untuk juga rajin mengaji, berhijab menjadi tradisi bahkan saat kuliah mengatur duduk dengan cara sendiri. Waktu berjalan, mereka terus berganti. Namun prestasi tidak akan pernah terhenti.

Prestasi yang dibuktikan oleh orang lain. Seperti saat ini saya harus menyiapkan sambutan untuk besok pagi. Pada dua acara yang hampir bersamaan. Satu dari perusahaan multinasional, yang saban waktu datang ingin merekrut yang terbaik dari mahasiswa kami.

Satu lagin perbankan, yang juga sama, yakin dengan prestasi lulusan dari kampus ini. Inilah bukti, bahwa radikalnya kampus ini memang dalam prestasi, sebagai bukti cinta pada negeri. Meski saya selalu memotivasi agar banyak mereka yang kelak menjadi pemberi pekerjaan pada orang lain, dengan berbagai bisnis di pertanian yang sungguh menjanjikan.

Mohon doakan kami, untuk terus mampu memperbaiki diri.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement