REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Sastra, Dosen Pascasarjana UIKA Bogor
Secara historis, Kota Jakarta sebelumnya bernama Sunda Kalapa yang oleh Fatahillah diganti menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang kemudian dijadikan sebagai hari lahir kota Jakarta, meski oleh penjajah Portugis, Jakarta juga pernah diganti namanya menjadi Batavia.
Fatahillah adalah tokoh yang dikenal mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan memberi nama "Jayakarta" yang berarti Kota Kemenangan, ia dikenal juga dengan nama Falatehan.
Memimpin Jakarta yang kini menjadi Ibu Kota Indonesia tidak boleh melepaskan dari perspektif filosofis, historis, dan empiris. Filofosi kota kemenangan atas penjajahan meski dimaknai sebagai semangat untuk terus menjadikan Jakarta mandiri dan berdaulat serta tidak dalam cengkeraman neokolonialisme.
Sejarah perjuangan Fatahillah meski dimaknai sebagai upaya untuk menyiapkan SDM yang unggul dan religius menuju Jakarta madani. Perspektif empiris menunjukkan masih banyaknya pekerjaan rumah untuk membenahi Jakarta dari berbagai masalah sosial yang multikompleks.
Secara istilah, Ibu Kota terdiri atas dua kata, ibu dan kota. Ibu adalah sosok yang melahirkan anak-anak, menjaga dan mendidiknya. Ibu Kota artinya ibunya para kota yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. Seorang ibu selalu menjadikan dirinya sebagai teladan, pengayom dan pendorong bagi kemajuan anak-anaknya.
Dengan demikian, Jakarta harus menjadi ibu teladan bagi wilayah lain dalam hal kebaikan dan kemenangan. Hal ini hanya bisa dimulai dari seorang pemimpin teladan dan sistem aturan yang mencerminkan karakter dan kemuliaan.
Seorang pemimpin harus menjadi teladan dengan kemuliaan sikap dan perilakunya bagi rakyat yang dipimpinnya. Rasulullah adalah teladan sempurna. Keagungan sifat Rasulullah Muhammad SAW dinyatakan Allah dalam firman-Nya, "Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas khuluq yang agung." (QS al-Qalam [68]: 4).
Imam Jalalain dalam kitab tafsirnya menafsirkan kata khuluq dalam ayat di atas dengan dîn (agama). Imam Ibn Katsir-seraya mengutip Ibn Abbas, Mujahid, Abu Malik, As-Sadi dan Rabi bin Anas, Adh-Dhahak dan Ibn Zaid-juga menyatakan bahwa ayat di atas bermakna, “Wa innaka la’alâ dîn[in] ‘azhîm (Sesungguhnya engkau [Muhammad] benar-benar berada di atas agama yang agung),” yakni Islam. (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, IV/403).
Dalam sejarah kepemimpinan Islam, banyak pemimpin teladan, salah satunya adalah Said bin Amir al Jumhi. Dikisahkan suatu ketika delegasi pemerintah daerah Himsh datang menghadap Khalifah Umar. Himsh adalah sebuah wilayah di Syam yang masuk dalam pengawasan Pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab. Gubernur Himsh bernama Said bin Amir al Jumhi.
Khalifah Umar terkenal sifat pemurahnya, beliau selalu peduli dengan kaum fakir miskin yang menjadi rakyatnya. Delegasi itu diminta memberikan daftar orang-orang yang tergolong fakir miskin di daerahnya.