Mar’ie dan Era Pertarungan Terakhir Soeharto Vs IMF
========
"Fundamental ekonomi Indonesia kuat!'' Pernyataan Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan ke VI Mari'e Muhammad pada pertengahan Juli 1997 sampai kini masih terngiang di telinga.
Bagi orang yang sempat menikmati masa itu, pernyataan Mari'e ini mendingingkan suhu perpolitikan Indonesia yang memanas. Krisis ekonomi yang saat itu merajam Thailand membayang di depan mata. Semua orang dag-did-dug sambil terus menerka-nerka apakah imbas krisis itu akan sampai ke Indonesia atau tidak.
Pernyataan Mari'e yang berasal dari hasil rapat ‘Dewan Moneter Indonesia’ itu kontan menjadi bahan pembicaraan. Salah satunya adalah ketika Mar'ie mengulangi lagi pernyataan ini dalam rapat dengar pendapat dengan DPR. Para wakil rakyat saat itu pun merasa lega atas peryataan Mar'ie. Politisi PPP di parlemen yang saat itu mengurusi soal APBN, Hamzah Haz, menyatakan hatinya menjadi 'plong'. ''Pokoknya semua yakin 'Indonesia akan baik-baik' saja,'' ujar Hamzah saat itu.
Sampai Juni 1997 itu, perekonomian Indonesia memang terlihat jauh dari krisis. Meski mulai ada demonstrasi, tapi eskalasinya masih kecil. Suasana politik dan keamanan stabil. Posisi Presiden Soeharto berada di atas angin dan menguasai keadaan.
Apalagi dalam Pemilu 1997, Golongan Karya selaku partai penguasa menang mutlak. Alhasil, Soeharto meski sudah mengaku 'TOP' (tua, ompong, dan peot) secara aklamasi melalui sidang MPR yang dipimpin Harmoko didukung untuk menduduki kursi kepresidenan kembali.
Cerminan kuatnya kondisi ekonomi Indnesia pada saat itu tampak pada rendahnya tingkat inflasi. Nilai perdagangan juga surplus hingga mencapai lebih 900 juta dolar. Persediaan mata uang asing pun memadai, bahkan mencapai dari lebih 20 miliar dolar AS. Pendek kata, semua dalam keadaan 'aman terkendali'.