Oleh: Muhammad Iqbal
Redaktur Republika
Seri pamungkas MotoGP 2015 di Sirkuit Ricardo Tomo, Valencia, Ahad (8/11), menyisakan begitu banyak drama. Satu yang pasti, publik telah mengetahui bahwa pembalap Spanyol Jorge Lorenzo tampil sebagai pemenang pada seri tersebut. Raihan ini juga memastikan Lorenzo tampil sebagai juara dunia 2015.
Namun, yang tak kalah menarik adalah tudingan pembalap Italia Valentino Rossi terhadap rekan senegara Lorenzo, Marc Marquez. Menurut Rossi, sepanjang balapan kemarin, Marquez hanya 'mengawal' Lorenzo hingga garis finis. Tak ayal, Vale46 menyebut Marquez dengan sebutan biscottone.
Imbasnya, perjuangan Rossi yang memulai lomba dari posisi terakhir harus sia-sia karena mentok di posisi keempat. Impiannya menjadi yang terbaik pada tahun ini pun pupus. Mau tidak mau, Vale46 harus mengakui rekan setimnya di Yamaha, Lorenzo sebagai juara dunia.
Biscottone?
Biscottone yang dimaksudkan Rossi adalah sebutan untuk pihak-pihak yang 'main sabun' demi keuntungan tertentu. Dilansir dari berbagai sumber, istilah dasar biscottone adalah biscotto atau biskuit. Sebelum populer di kancah sepak bola, biscotto dikenal dalam olahraga berkuda.
Caranya adalah si pelaku pengatur hasil perlombaan memberi makan kuda yang mereka unggulkan dengan biskuit. Biskuit tersebut mengandung zat-zat yang dapat meningkatkan kecepatan kuda. Intinya semacam doping.
Di kancah sepak bola, biscotto mulai dikenal pada Piala Eropa 2004. Siapa pun, terutama para penggemar tim nasional sepak bola Italia, tentu belum dapat melupakan momen buruk tersebut. Berada di grup C bersama Swedia, Denmark, dan Bulgaria membuat Italia diunggulkan melenggang ke babak berikutnya alias perempat final.
Namun, yang terjadi adalah Italia dalam situasi sulit setelah hanya mampu bermain imbang pada dua laga awal melawan Denmark dan Swedia. Maka, laga pamungkas kontra Bulgaria harus berakhir dengan tripoin. Malangnya, Italia harus bergantung pada hasil Denmark kontra Swedia yang telah mengantongi empat angka dari dua pertandingan.
Kekhawatiran itu terbukti. Denmark dan Swedia hanya bermain imbang 2-2, sementara Italia menang 2-1 kontra Bulgaria. Perolehan poin Denmark, Swedia dan Bulgaria identik yaitu lima poin. Namun, Denmark dan Swedia yang berhak melenggang lantaran keunggulan selisih gol.
Kelanjutan biscotto
Setelah perhelatan Euro 2004, publik pun semakin mengakrabi istilah biscotto. Maka tak heran, apabila terdapat pertandingan yang mencurigakan, maka dituding telah terjadi praktek 'main sabun'. Sudah tak terhitung lontaran biscotto menyeruak terkait pertandingan sepak bola.
Namun, tak melulu tudingan itu terjadi. Yang terbaru hadir pada pengujung Seri A musim lalu. Ketika dua tim sekota Roma dan Lazio serta Napoli bersaing merebut satu tiket Liga Champions. Roma (peringkat kedua) dan Lazio (ketiga) berada di garis depan karena masing-masing memiliki poin 67 dan 66.
Sedangkan, Napoli tertinggal di urutan keempat berbekal 63 angka. Maka, derby Roma di pengujung musim lalu itu sangat krusial. Tidak hanya karena rivalitas kedua tim, tapi juga lantaran ada tanda tanya publik perihal kemungkinan biscotto muncul.
Menanggapi kemungkinan itu, dalam keterangan pers sebelum pertandingan, pelatih kedua kubu, yaitu Rudi Garcia (Roma) dan Stefano Pioli (Lazio) menampiknya. Bermain ngotot demi meraih kemenangan jadi tekad. Hal ini terbukti di atas lapangan.
Roma sukses membungkam Lazio 2-1 via gol Juan Iturbe dan Mapou Yanga-Mbiwa. Meskipun kalah, Lazio tetap berhak mendampingi Roma dan Juventus sang juara Seri A ke Liga Champions musim ini. Sebab, Napoli gagal memanfaatkan situasi setelah kekalahan Lazio.
Di Indonesia
Satu frasa yang pas untuk biscotto dalam khazanah bahasa Indonesia adalah 'main sabun'. Artinya kurang lebih sama. Yang paling diingat publik sepak bola Indonesia tentu gol bunuh diri Mursyid Effendi ke gawang sendiri saat tim nasional Indonesia menghadapi Thailand dalam Piala Tiger 1998.
Tindakan nekat itu dilakukan Mursyid (entah atas permintaan pihak mana) agar Indonesia kalah sehingga terhindar dari Vietnam pada fase semifinal. Setelah itu, bukan hanya muncul istilah 'main sabun', melainkan juga sepak 'bola gajah'. Ini mengacu pada sebutan tim Thailand yang dikenal sebagai negerinya gajah.
Setelah itu, banyak praktik 'main sabun' yang dicurigai terjadi dalam sepak bola Indonesia. Hingga yang terbaru adalah kisah memalukan PSS Sleman dan PSIS Semarang pada Divisi Utama Liga Indonesia musim lalu. Sebuah peristiwa yang rasa-rasanya tak akan lekang dari memori.
Berdasarkan pengalaman berbagai peristiwa seputar biscotto, 'main sabun', sepak bola gajah, atau apa pun namanya, penggemar sepak bola tentu berharap peristiwa-peristiwa kelam sehubungan praktik ini tak terjadi lagi. Sebab, sportivitas harus terus dijunjung dalam setiap pertandingan olahraga. Semoga....