Kamis 28 Aug 2014 06:00 WIB

Warisan Islam Asia Tenggara (1)

Azyumardi Azra
Foto: Republika/Daan
Azyumardi Azra

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Azyumardi Azra

Islam Asia Tenggara sangat kaya dengan warisan (legacy) dalam berbagai kehidupan sejak dari keagamaan dengan berbagai wacana intelektualisme, praksis agama, dan lembaga (pendidikan, dakwah, dan filantropi), tradisi sosial-budaya, politik, dan ekonomi. Kekayaan warisan Islam Asia Tenggara itu sangat distingtif vis a vis Islam di wilayah-wilayah lain.

Warisan Islam Asia Tenggara mulai terbentuk ketika Islam datang dan menyebar sejak akhir awal abad ke-12 dan ke-13 dan kemudian terus menemukan momentumnya di tengah kehadiran beberapa kekuatan kolonialisme Eropa sejak dari Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris pada awal abad ke-16. Pembentukan itu banyak diwarnai sifat penyebaran Islam yang damai, akomodatif dengan tradisi sosial-budaya lokal, dan berangsur-angsur dalam abad-abad selanjutnya sampai masa sekarang.

Pada satu segi, vernakularisasi dan indigenisasi Islam yang juga terus berlangsung membuat agama ini embedded atau melekat dan menyatu dengan sistem sosial budaya lokal. Tetapi, pada segi lain, hubungan dan jaringan dengan Islam di Arabia khususnya mendorong terbentuknya ortodoksi Islam sejak masa awal pula yang terus menguat dari waktu ke waktu.

Dengan demikian, perkembangan dan dinamika Islam Asia Tenggara di masa kontemporer menunjukkan banyak kontinuitas —kesinambungan dengan warisan tradisi keagamaan, sosial-budaya, dan politik. Pada saat yang sama juga terjadi banyak perubahan, baik melalui pembaruan keagamaan yang biasa disebut tajdid maupun islah, reformasi ke arah lebih baik. Perubahan berkesinambungan secara keseluruhan memperkuat Islam dan memberdayakan kaum Muslimin ke tingkat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya (beyond imagination).

Jadi, tidak ragu lagi periode 20 tahun terakhir merupakan salah satu tahap sangat penting dalam dinamika Islam Asia Tenggara. Masa 20 tahun terakhir ditandai banyak kemajuan kaum Muslim di negara-negara Asia Tenggara di mana kaum Muslim menjadi mayoritas penduduk di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Sebaliknya, mereka menjadi minoritas di Filipina, Thailand, Singapura, Kamboja, atau Myanmar.

Di tengah banyak perubahan luas dan berdampak panjang, masih sedikit kajian, penelitian, dan pembicaraan yang mengkaji secara komprehensif dinamika kontinuitas dan perubahan Islam Asia Tenggara. Dalam konteks itulah terlihat signifikansi Seminar Internasional 20 Tahun Studia Islamika bertajuk "Southeast Asian Islam: Legacy and New Interpretation" yang terselenggara di Jakarta 14-15 Agustus 2014.

Mengapa konferensi 20 tahun Studia Islamika? Konferensi ini adalah guna merayakan 20 tahun Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, jurnal Indonesia untuk kajian Islam, khususnya Asia Tenggara. Pertama kali diterbitkan 20 tahun lalu (1994) atas dorongan dan bantuan Menteri Agama Tarmizi Taher, jurnal Studia Islamika kini diasuh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.

Almarhum Tarmizi Taher prihatin dengan sangat sedikitnya literatur mutakhir tentang Islam Indonesia yang tersedia dalam bahasa internasional, khususnya bahasa Inggris dan Arab. Karena itulah ia mengharapkan //Studia Islamika// dapat mengisi kekosongan tersebut.

Dalam usia dua dasawarsa, jurnal ini mampu terbit secara terus-menerus; antara 1994-1998 terbit empat kali setahun (quarterly), tetapi krisis ekonomi 1998 memaksanya terbit tiga kali setahun sampai sekarang. Memuat artikel dalam bahasa Inggris dan Arab, bisa dipastikan merupakan satu-satunya jurnal dengan coraknya distingtif, baik secara regional Asia Tenggara maupun dunia internasional lebih luas. Belakangan, sejumlah jurnal lain yang terbit di lingkungan UIN lain menjadikan Studia Islamika sebagai model.

Tersedia di sejumlah perpustakaan universitas dan lembaga terkemuka di dunia, Studia Islamika memiliki tingkat pengutipan (citation index) relatif tinggi. Kajian-kajian mutakhir tentang Islam Indonesia atau Islam Asia Tenggara menjadikan Studia Islamika sebagai salah satu rujukan terpenting.

Mempertimbangkan pencapaian seperti itu, cukup beralasan jika Studia Islamika menjadikan momentum 20 tahun eksistensinya untuk mengkaji berbagai warisan Islam Asia Tenggara. Ketika berbicara tentang ‘warisan’ sebagian orang boleh jadi menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah usang dan jumud. Sebaliknya, ‘warisan’ Islam Asia Tenggara sangat dinamis —mengandung banyak dinamika dan penafsiran baru.

Konferensi tentang warisan Islam Asia Tenggara mencakup pembahasan dari berbagai aspek kehidupan dan dinamika Islam kawasan ini. Pembahasan bermula dari pendekatan dalam kajian Islam Asia Tenggara; kecenderungan baru gerakan Islam; penemuan kembali warisan dan tradisi; tradisionalisme dan modernisme Islam; politik dan demokrasi; ekonomi, perbankan Islam dan konsumerisme; identitas Islam di ranah publik; gender dan feminisme; pendidikan Islam; dakwah kontemporer; hukum Islam dan syariah; kaum minoritas dalam Islam/kaum Muslimin; hubungan intra dan antaragama; sufisme dan tasawuf transnasional; lingkungan hidup; hubungan internasional; dan isu-isu global.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement