Rabu 20 Feb 2013 05:37 WIB

Kasus Yance dan Pertanyaan Soal Mengupil

Calon Gubernur Jawa Barat Irianto MS Syafiuddin (Yance) dan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (kiri).
Foto: Antara
Calon Gubernur Jawa Barat Irianto MS Syafiuddin (Yance) dan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, Kenapa aku tidak boleh mengupil di depan orang lain? Pertanyaan ini keluar dari mulut polos seorang bocah berusia tujuh tahun. Namanya, Elliot Applebaum, tinggal di La Jolla, California, Amerika Serikat. 

Hanya, Elliot sungguh beruntung. Dia mendapat jawaban langsung dari seorang pakar etika. Direktur Emily Post Institute, Peter Post. Penerbit buku tuntunan dasar kode etik.

Peter bilang, mengupil itu menjijikan. Jika menempelkannya ke bawah meja, maka akan sangat jorok. Orang lain akan melihatnya, juga merasakannya dengan tangan.

Sikap ini membuat orang lain merasa tidak nyaman. "Bila kita ingin memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, maka kita harus menjaga perilaku seperti mengupil,"jelas Peter.

Pertanyaan jujur ini mendapat jawaban yang jujur pula, tanpa dibuat-buat. Berasal dari buku hasil jerih seorang ayah, Wendell Jamieson.

Dia berkeliling Amerika mencari ratusan narasumber terbaik dibidangnya. Wendell ingin  mencari jawaban sekeranjang pertanyaan dari anaknya, Dean, dan banyak anak lain di AS yang memikirkan pertanyaan lugu macam mengupil.

Nalar saya bicara. Apakah pertanyaan lugu semacam ini mampu dijawab jujur dalam kehidupan orang dewasa? Terlebih, dalam kehidupan hukum dan politik kita yang sudah menjadi benang kusut.

Contoh kecil apa yang sedang terjadi di Jawa Barat. Daerah priangan sedang menghadapi pemilihan umum kepala daerah pada bulan ini.

Lima pasangan kandidat tengah bertarung dalam kompetisi. Mereka adalah Dikdik Mulyana Arief Mansur-Cecep Nana Suryana Toyib, Irianto MS Syafiuddin-Tatang Farhanul Hakim, Dede Yusuf -Lex Laksamana Zainal Lan, Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar, dan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki.

Nomor urut dua digenggam Irianto MS Syaifuddin alias Yance. Mantan bupati Indramayu yang saat ini masih menjadi tersangka kasus dugaan korupsi di Kejaksaan Agung.

Yance tersangkut dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I Indramayu, Jawa Barat. Akibat perbuatannya, penyidik mencium potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 42 miliar.

Berdasarkan keterangan dari Kejakgung, kasus ini terjadi pada 2004. Ketika itu, Panitia Pengadaan tanah (P2T) Indramayu membebaskan lahan seluas 82 ha di desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu Jawa Barat. 

Rencananya, lahan itu akan digunakan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Yance dan kawan-kawan pun diduga membuat semacam mark up nilai lahan dari Rp 22 ribu per meter dicantumkan menjadi Rp 42 ribu permeter.

Pekan lalu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto menegaskan status Yance masih tersangka. Padahal, surat perintah penyidikan untuk Yance sudah dikeluarkan sejak 2010 lalu. Penyidik pun menggantung status Yance selama tiga tahun.

Dengan status itu, Yance dengan gagah berani tetap tampil blusukan ke desa-desa di  Jawa Barat. Petani, nelayan, pedagang kaki lima mendengar celoteh kampanye mantan bupati itu. Dia pun sempat berkata, berani berjanji di hadapan Al Quran kalau tidak akan korupsi.

Yance beruntung tidak sendiri. Data Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan, selama 2012, terdapat 24 kepala daerah yang diproses hukum karena korupsi. 

Tujuh berasal dari Partai Golkar, enam dari Partai Demokrat, empat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tiga orang dari Partai Amanat Nasional, dua dari Partai Kebangkitan Bangsa, dua lainnya dari Partai Keadilan Sejahtera.

Jiwa 'kanak-kanak' saya pun memunculkan pertanyaan macam mengupil tadi. Mengapa tersangka korupsi masih bisa jadi calon kepala daerah? Mengapa Partai Golkar tidak mempersilakan Yance menyelesaikan masalah hukumnya terlebih dahulu? Mengapa Kejaksaan Agung berlama-lama menggantung status Yance?

Sebenarnya, otoritas terkait berusaha menjawab pertanyaan saya. Yance menyanggah kalau dia korupsi. Partai Golkar bilang Yance akan tetap maju dan mendapat dukungan penuh dari ketua umum partai berlambang pohon beringin itu. 

Sementara Kejakgung menjelaskan, kalau status Yance masih menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung dari tiga terdakwa lainnya yang juga tersangkut kasus serupa.

Atas jawaban-jawaban itu, saya pun kembali membaca buku Wendell yang diterjemahkan oleh Penerbit Buah Hati. Saat menuju Duane Road, Wendell kecil masih berusia sebaya Dean, anaknya yang berumur tujuh tahun. Dia naik mobil Volkswagen bersama keluarga untuk menuju rumah sewaan. Di musim panas itu, mereka hendak berlibur.

Wendel berteriak kepada ayah. "Mengapa jalanan itu berisik sekali?" Setengah terpaksa, ayahnya yang sedang sibuk menyetir menjawab, "Karena semua orang yang tinggal di pinggir jalan menggunakan penyedot debu." Hmm, jawaban yang ditujukan agar Wendell diam dan tidak cerewet selama perjalanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement