Sabtu 29 Sep 2012 22:24 WIB

Tawuran dan Iman

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Asma Nadia

Masyarakat tersentak. Ayah-bunda kehilangan. Guru-guru diliputi kekhawatiran setelah sejumlah media didomi nasi berita tawuran.

Perkelahian pelajar saat ini sudah sampai ke titik amat sangat menyedihkan. Bukan lagi sekadar kenakalan remaja, melain kan mengarah pada kriminalitas, bahkan sampai pada tingkat ekstrakriminalitas (baca: pembunuhan).

Tawuran mulai menjadi satu bentuk kejahatan yang cenderung diorganisasi, memiliki kaderisasi, doktrinasi, dan aksi-aksi kekerasan yang terencana. Saya teringat ketika SMA kami pada pengujung 80-an diserang hanya karena den dam terhadap satu-dua siswa yang sempat terlibat tawuran. Kebetulan letak sekolah persis bertetangga dengan sekolah lain.

Kericuhan yang terjadi melibatkan aksi lemparan bom mo lotov hingga kantin sekolah kami terbakar.

Dari sedikit upaya kilas balik, saya mencatat beberapa hal. Pertama, rata-rata yang terlibat tawuran adalah murid laki-laki, jarang sekali melibatkan perempuan, kecuali sebagai korban. Meski terlalu dini untuk menyimpulkan besarnya ego para pelajar putra sebagai penyebabnya.

Catatan kedua, ada semacam kesan hanya anak-anak yang tertinggal pelajaran pelakunya. Bagaimana dengan anak-anak yang pintar secara akademis? Di lapangan, saya menemukan bahwa mereka yang berasal dari sekolah favorit pun--yang untuk masuk ke dalamnya diperlukan nilai ujian nasional yang tinggi--juga tidak luput dari hal ini.

Lalu, bagaimana dengan pelajar yang gemar olahraga? Siapa pun tahu, olahraga jika diterapkan dengan benar, akan melatih sportivitas.

Dengan prinsip ini, seharusnya para pelajar pencinta olahraga tidak terlibat tawuran. Namun, beberapa orang tua justru curhat tentang anak- anak mereka yang menyukai olahraga, tapi diketahui terlibat tawuran.

Sampai di sini saya mulai frustrasi. Begitu sulit menemukan kelompok pelajar yang menebar sejuk dan kedamaian, yang tidak mudah terpancing keributan. Tetapi, tunggu dulu. Mudah-mudahan tidak subjektif ketika saya berangsur menemukan jawaban keresahan ini pada para aktivis rohis. Nyaris tidak pernah terjadi aktivis rohis terlibat perkelahian.

Kalaupun ada, umumnya hanya anggota yang ikut- ikutan dan bukan benar-benar aktivisnya.

Tidak hanya rohani Islam, remaja lain yang aktif dalam kegiatan kerohanian lainpun umumnya jauh dari kegiatan anarki. Bisa jadi karena iman menguatkan kesadaran bahwa manusia bersaudara dan seharusnya saling menjaga, bukan menyakiti.

Mereka yang dekat dengan Allah memahami, mungkin hukum dunia bisa dikelabui, bisa luput dari kejaran polisi, guru atau kepala sekolah mungkin tidak tahu, teman-teman satu geng mampu merahasiakan, tapi Allah Yang Mahatahu dan Mahaadil mustahil dibohongi.

Ketika seorang pelajar meyakini benar adanya pengawasan Allah, percaya akan `akibat buruk sebagai hukuman bagi siapa saja yang menyia-nyiakan kehidupan sendiri atau orang lain, sandaran itu cukup kuat untuk mendorong siapa pun, termasuk pelajar kita, untuk sibuk mem- perbaiki bekal mereka di hadapan Allah. Dan, memenuhi diri dengan kebajikan hingga aktivitas tawuran terlihat sangat-sangat tidak menarik.

Bukan hanya terjaga dari tawuran, iman sekaligus akan menjadi cahaya yang menuntun anak-anak jauh dari narkoba, menyontek, melakukan tindakan aniaya atau bully terhadap yang lebih lemah.

Darah yang sudah tumpah, tidak bisa dikembalikan. Nyawa yang hilang tidak bisa digantikan. Tetapi, kita bisa berjuang lebih keras untuk mengubah keadaan agar peristiwa tragis tak terulang. Khususnya, aksi kekerasan massal di antara pelajar ini juga menjadi ancaman bagi pelajar lain yang tidak terlibat.

Jika ingin tawuran menjadi momok yang ditakuti atau sebaliknya dianggap tidak penting, dekatkan anak-anak pada kegiatan kerohanian, bukan justru ditakut-takuti bahwa aktivis rohis adalah cikal bakal teroris.

Saatnya orang tua berusaha lebih dekat lagi dengan anak-anak dan memperbanyak doa. Para guru bekerja keras mendidik dan memberi sanksi tegas serta menyertakan unsur iman dalam pelajaran dan berbagai aktivitas. Sementara itu, pemerintah membuat kebijakan yang lebih melindungi dan membuang jauh-jauh kesempatan sekecil apa pun yang berisiko hilangnya nyawa buah hati kita.

sumber : resonansi

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement