Senin 27 Aug 2012 11:38 WIB

Oh I See

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Ikhwanul Kiram Mashuri

Bukan tanpa maksud bila Organisasi Konferensi Islam (OKI) menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi di Makkah pada 14-15 Agustus. Tepatnya konferensi itu diselenggarakan di istana di atas bukit yang berada tepat di samping Masjidil Haram. Dari ruang konferensi, para delegasi dari 57 negara bisa melihat langsung Kabah yang hanya dibatasi kaca.

Pertemuan itu berlangsung atas undangan Raja Abdullah bin Abdul Aziz dan dihadiri sejumlah kepala negara/pemerintahan dan para menteri. Waktunya juga dipaskan pada 26-27 Ramadhan.

Maksud itu tidak lain adalah mencari keberkahan Ramadhan. Apalagi, pada 27 Ramadhan diperkirakan bertepatan dengan lai latul qadar. Dengan begitu, konferensi itu bisa dikatakan dilaksanakan pada malam lailatul qadar dan berada "Di Bawah Lindungan Kabah", meminjam judul novel yang ditulis Hamka.

Harapannya, pertemuan dua hari tersebut bisa memberi solusi memecahkan berbagai persoalan umat Islam."Maksud dan harapan" di atas adalah dari saya. Sedangkan, apa yang ada di kepala para pimpinan negara dan delegasi negara-negara OKI hanya merekalah yang tahu.

"Maksud, harapan, keberkahan Ramadhan dan Kabah" tersebut perlu saya garis bawahi lantaran Organization of Islamic Conference yang disingkat OIC selama ini sering dipelesetkan menjadi "Oh I See" atau sering juga OIC/OKI dikatakan sebagai NATO alias no action talk only atau omdo alias omong doang seperti orang Betawi bilang.

Padahal, OKI, sepengetahuan saya, merupakan satu-satunya organisasi di dunia yang beranggotakan negara-negara atas dasar agama. Organisasi yang sejak setahun lalu berubah nama menjadi Organisasi Kerja Sama Islam ini juga sudah terbentuk sejak lama, yaitu pada 25 September 1969 di Rabat, Maroko, sebagai reaksi atas pembakaran Masjidil Aqsa pada 21 Agustus 1969 oleh pengikut fanatik Kristen dan Yahudi.

Tujuan OKI pun terus berkembang, antara lain, ikut menyelesaikan berbagai persoalan umat Islam, kerja sama di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan seterusnya antarnegara anggota. Tetapi, sekali lagi, persamaan agama dan bahkan bahasa ternyata belum cukup cespleng menyatukan umat Islam. Kepentingan masing-masing negara masih lebih menonjol daripada kebersamaan negara-negara anggota. Dari pertemuan ke pertemuan berikutnya yang keluar hanyalah pernyataan-pernyataan keras yang minim implementasi sehingga keluarlah komentar-komentar miring tadi.

Setidaknya, ada lima persoalan urgen untuk segera diselesaikan OKI. Pertama, nasib bangsa Palestina yang hingga kini masih dijajah Zionis Israel, termasuk pembebasan Masjidil Aqsa dan Madinatul Quds. Masalah Palestina tentu saja soal lama. Bahkan, lahirnya OKI juga lantaran dipicu oleh pembakaran Masjidil Aqsa.

Kini penyelesaian Palestina semakin tidak jelas. Apalagi setelah bangsa itu terpecah ke dalam dua kepemimpinan. Hamas dengan perdana menterinya, Ismail Haniyah, berkuasa di Gaza. Lalu Fatah dengan presidennya, Mahmud Abbas, memerintah di Tepi Barat. Sementara Madinatul Quds (Yerusalem) semakin kuat dicengkeram Zionis Israel, dengan memperbanyak permukiman Yahudi.

Bahkan, ketika Israel menggali terowongan di bawah Masjidil Aqsa dengan dalih mencari situs kuno Yahudi, OKI pun tidak berdaya, termasuk ketika ibadah di halaman Masjidil Aqsa digilir antara umat Islam dan Yahudi. Rekomendasi KTT Makkah untuk penyelesaian bangsa Palestina dan pembebasan Madinatul Quds pun tidak jelas.

Kedua, masalah kekerasan yang menimpa bangsa Suriah yang dilakukan rezim Bashar Assad. Keputusan KTT Makkah adalah melakukan keanggotaan Suriah dari OKI yang ditentang Iran. Tidak jelas, apakah pembekuan keanggotaan Suriah ini bisa efektif menyelesaikan kekerasan yang telah berlangsung selama 17 bulan ini.

Ketiga, masalah minoritas umat Islam di negara-negara Asia dan Afrika, terutama yang menimpa umat Islam Rohingya di Myanmar.

Perlu dicatat, dalam beberapa tahun ini kekerasan terhadap minoritas umat Islam terus meningkat, baik di tengah mayoritas Buddha maupun Kristen. Bukan hanya di Asia dan Afrika saja, melainkan juga di Eropa dan Amerika.

Keempat, ketegangan yang semakin meningkat antara umat Islam Sunni dan Syiah, terutama setelah invasi Amerika ke Irak untuk menggulingkan Presiden Saddam Husein. Saddam berasal dari Sunni yang minoritas di tengah mayoritas Syiah. Pasca-Saddam, kini kelompok Syiah yang berkuasa.

Bukan hanya di Irak, di Lebanon kelompok Syiah Hizbullah juga semakin berpengaruh. Apalagi, setelah mereka berhasil mengusir pasukan Zionis Israel saat menginvasi Lebanon pada 2006. Dengan begitu, Iran-Irak-Hizbullah Leba - non kini menjadi poros Syiah. Hal inilah yang kemudian menjadi kekhawatiran negara-negara Arab yang mayoritas berpenduduk Sunni.

Apalagi, kelompok Syiah, terutama Iran, secara tersirat mendukung demonstrasi masyarakat Syiah melawan penguasa Bahrain yang Sunni. Sementara, di Suriah, Iran mendukung rezim Presiden Bashar Assad yang Alawi melawan rakyat yang mayoritas Sunni.

Kelima, persoalan kelompok-kelompok radikal yang makin berkembang, seperti di Somalia, Mali, Yaman, Palestina/Gaza, Pakistan, dan Afghanistan. Nama kelompok ini bisa macam-macam. Ada Alqaidah, Jamaah Jihad, Takfir, dan seterusnya. Intinya, mereka kecewa dengan para penguasa Muslim yang dinilai sangat pro-Barat. Barat selama ini pendukung utama Negara Israel.

Terhadap persoalan Sunni-Syiah dan kelompok radikal, KTT Makkah merekomendasikan membentuk lembaga fasilitator dialog antarmazhab dan kelompok Islam. Lembaga ini bertugas mencari penyebab ketegangan, kesalahpahaman, dan mencari akar paham radikalisme di kalangan umat. Berikutnya, lembaga ini diharapkan bisa merekomendasikan solusi tepat buat meminimalisasi gesekan atau bahkan konflik antarumat Islam.

Saya berharap pertemuan para pemimpin Islam pada malam lailatul qadar dan di bawah lindungan Kabah kali ini bukan hanya oh i see, NATO, dan omdo, melainkan benar-benar memberi solusi buat memecahkan persoalan umat. Kalau tidak, saya khawatir para pemimpin OKI bisa kualat. Wallahu alam

sumber : resonansi

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement