Potret pendidikan Indonesia masa kini, selalu mengalami fluktuasi yang tidak menentu. Carut-marut terjadi di hampir setiap elemen pendidikan. Mulai dari permasalahan lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan bangsa berasaskan Pancasila. Sampai dengan sejumlah praktisi pendidikan yang tak lagi menjunjung tinggi sikap profesionalisme dalam mendidik putra-putri bangsa.
Pendidikan bagi kehidupan manusia di era globalisasi seperti ini, merupakan kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depannya. Tanpa melalui proses pendidikan yang baik, sulit kiranya bagi seseorang untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Pendidikan tidak saja penting bagi individual, tapi juga penting untuk membentuk tatanan kehidupan kolektif. Hal ini dalam rangka membangun fondasi jalan yang kokoh menuju terwujudnya masyarakat yang makmur, berkembang, dan mandiri. Bila suatu bangsa tidak mempedulikan pembangunan sektor pendidikan secara serius dan berkelanjutan, mudah diprediksi, dalam jangka panjang akan memasuki dunia keterbelakangan.
Pendidikan bukan hanya sebuah tradisi dan budaya yang harus dilestarikan dari tahun ke tahun. Pendidikan adalah sebuah proses panjang yang dilalui, untuk mengeluarkan manusia dari keterbelakangan. Keterbelakangan akan ilmu pengetahuan dan implementasinya dalam mencapai cita-cita luhur bangsa.
Definisi keterbelakangan dalam konteks pendidikan, dapat dilihat dari berbagai aspek. Aspek individual, regional, nasional, global, segi kuantitatif ataupun kualitatif. Tak mudah mendefinisikan secara pasti konsep keterbelakangan itu sendiri. Yang terpenting, keterbelakangan adalah kondisi yang merujuk pada hal negatif yang harus dihindari dan dicarikan solusi yang tepat.
Keterbelakangan pendidikan ternyata berkaitan dengan tingkat kemiskinan maupun kriminalitas di sebuah daerah. Pendidikan nyatanya memegang perannya tersendiri, mengingat maraknya dekadensi peradaban dan kemelaratan di negeri ini.
Pendidikan yang terbelakang, tak hanya dapat meningkatkan kondisi kemiskinan. Pendidikan terbelakang sekaligus menjadi parameter kesejahteraan bangsa. Ukuran keberhasilan pendidikan di Indonesia ialah, sejauh mana pendidikan nasional mampu menerapkan usaha yang relevan, ditinjau dari amanah konstitusi untuk mencerdaskan bangsa. Sejauh mana pendidikan mendatangkan kesejahteraan pada bangsa ini. Sejauh mana pendidikan berhasil membebaskan seseorang dari lingkaran keterbelakangan.
Mereka yang kurang terdidik, menjadi semakin tak terdidik. Akhirnya, menyatulah kemiskinan dan kebodohan sebagai lingkaran keterbelakangan yang sangat kuat. Oleh karena itu, dibutuhkanlah strategi-strategi untuk memutuskan lingkaran keterbelakangan.
Pendidikan yang mandiri
Pemerintah sering mengutamakan bantuan untuk rakyat miskin berupa uang dan barang. Seketika bantuan tersebut dirasa begitu berguna untuk mengobati perut yang lapar, namun bagaimana dengan jangka panjang ke depannya? Bantuan tersebut tidak dapat menjamin untuk mengeluarkan rakyat dari keterbelakangan.
Ternyata, solusi pemberian bantuan dan uang yang hanya bermanfaat dalam waktu beberapa hari saja tak dapat menumbuhkan kekuatan untuk mandiri. Sebaliknya menimbulkan ketergantungan. Rakyat akan selalu menantikan kapan lagi bantuan serupa akan datang, tanpa berusaha untuk keluar dari lingkaran keterbelakangan.
Bantuan efektif berjangka panjang ialah pendidikan mandiri. Pendidikan mandiri dimaksudkan sebagai pendidikan dalam makna sebenarnya. Memberikan kesempatan yang sama pada setiap anak bangsa, untuk mengenyam pendidikan yang layak merupakan salah satu bentuk pendidikan mandiri.
Pendidikan merupakan bentuk usaha untuk meningkatkan semangat, kekuatan dan kemampuan masyarakat untuk membantu dirinya sendiri. Pendidikan adalah senjata ampuh untuk melawan keterbelakangan. Dengan meningkatkan potensi dan kualitas pendidikan masyarakat yang terbelenggu, secara langsung ataupun tidak pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kekuatan lahir batin sebuah bangsa.
Sumber daya manusia terdidik yang terbatas
Tidak meratanya jumlah tenaga pendidik Indonesia, menjadi sekian alasan yang menyebabkan lingkaran keterbelakangan tak berujung. Pemusatan tenaga pendidik yang terjadi di hampir setiap kota besar, di mana aksesibilitas menjadi hal yang utama. Daerah terasing menjadi semakin asing.
Hasilnya, keterbelakangan semakin meningkat di daerah-daerah. Terlebih lagi di kantung-kantung terisolasi, gabungan wajah kemiskinan dan ketidakterdidikan semakin tampak.
Masyarakat di daerah-daerah tersebut bergantung pada keramahan alam, meski alam tak selamanya ramah. Membuat grand design pendidikan di daerah, tidaklah mudah. Selain SDM yang terbatas, jarak ataupun sumber daya finansial pun menjadi tantangan tersendiri untuk memajukan pendidikan daerah.
Faktor penting dari awal pembangunan pendidikan di daerah, terletak pada prioritas pembangunan pendidikan itu sendiri. Usaha peningkatan kualitas sumber daya tenaga pendidik, memiliki peran dan kontribusi yang sangat penting terhadap proses pencapaian tujuan pendidikan daerah. Keberadaan merekalah yang diharapkan menjadi ujung tombak pemutus lingkaran keterbelakangan.
Profesionalisme layanan pendidikan
Profesionalisme sangat dibutuhkan untuk membangun pendidikan di daerah, dalam kerangka untuk menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Sudah saatnya pendidikan Indonesia memasuki era profesionalisme. Sehingga, era kuantitas di mana teknologi informasi melesat dengan cepat, dapat digeser menjadi era kualitas. Agar, efektivitas dan efisiensi teknologi berperan aktif mencerdaskan kehidupan bangsa.
Profesionalisme dapat berjalan, manakala sistem pendidikan yang ada harus dikelola atas dasar sistem manajemen yang sehat. Manajemen yang sehat dapat dibuktikan dengan sistem transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam mengelola sistem pendidikan.
Profesionalisme tenaga pendidik menjadi hal mutlak untuk memutuskan lingkaran keterbelakangan. Kemampuan epistemologis seorang guru, berdampak pada kreativitas muridnya untuk mengembangkan segala potensi dalam bentuk gagasan, pemikiran dan wawasan dinamis tiada batas.
Globalisasi menjadi ancaman sekaligus tantangan bagi seorang guru. Pengetahuan yang diperoleh zaman dulu, tentunya berubah seiring dengan ilmu pengetahuan yang berkembang dinamis, serta aksesibilitas teknologi yang semakin mudah.
Landasan epistemologis menjadi hal yang penting, agar seorang guru proaktif menerima kritikan dan kemampuan setiap muridnya. Tentunya dengan kapasitas dan kompetensi yang berbeda satu sama lain.
Kekuatan epistemologis disertai dengan manajemen sistem kelas yang baik. Seorang guru adalah titik awal yang paling mendasar untuk menumbuhkan kekuatan yang mampu memutuskan lingkaran keterbelakangan.
Pendidikan sejatinya, mampu mengambil setiap hikmah di masa lalu yang memperkaya hari ini. Pendidikan hari ini harus mampu mengembangkan segala potensi untuk generasi sekarang. Pendidikan hari ini adalah usaha untuk membangun sejarah masa depan.
Tidak ada usaha yang berhasil untuk membebaskan diri dari segala jenis keterbelakangan, yang lebih baik daripada usaha yang dirintis dan diperkokoh sendiri oleh masyarakat yang terbelakang. Usaha untuk membangun pendidikan yang mandiri, harus didukung oleh berbagai pihak.
Masyarakat tidak lagi disuap dengan bantuan-bantuan yang tidak mendidik secara lahir batin. Namun, diberikan dukungan dan kesempatan yang cukup untuk memajukan dan mencerdaskan bangsa, dengan upaya pemerataan pendidikan berkualitas di setiap daerah. Hal ini didukung dengan sejumlah tenaga pendidik yang menjunjung profesionalisme dalam melayani, dan mengabdi di dunia kependidikan.
Setiap proses dan wujud keterbelakangan, baik yang menonjol sebagai kemiskinan, kekurangterdidikan, atau dalam bentuk apapun yang bersifat negatif dan menghalangi pemenuhan hak asasi masyarakat, harus dicegah. Jika proses dan wujud keterbelakangan berlangsung dalam waktu yang lama, akan menimbulkan “falsafah keterbelakangan” sebagai ideologi masyarakat terbelakang. Kegagalan akan melahirkan kegagalan.
Dina Fauziah
Mahasiswi Sampoerna School of Education
Staf Humas KAMMI MADANI